Buku. Salah satu buku kesustraan Bugis-Makassar. (Inter.) |
Sastra Bugis
v Perkembangan
sastra Bugis
Dilihat dari tradisi
perkembangannya, sastra bugis kuno menempuh dua cara yaitu, tradisi lisan dan
tradisi tulis, dan keduanya ada yang berkembang seiring dengan waktu yang
bersamaan. Pada dasarnya masa pertumbuhan dan perkembangan sastra bugis kuno
itu oleh beberapa pakar, dibagi menjadi tiga periode yaitu:
a. Periode
awal yang ditandai dengan munculnya karya sastra bugis yang kemudian disebut
karya sastra galigo. Masa perkembangannya diperkirakan oleh beberapa pakar secara
berbeda. Mattulada, misalnya memperkirakan antara abad ke-7 hingga abad ke-10
sezaman dengan perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu di nusantara seperti
Sriwijaya dan Syailendra. Berbeda halnya dengan pendapat Fakhruddin Ambo Enre
yang memperkirakan sekitar abad ke-14 atau masa perkembangan sastra galigo
diduga sezaman dengan sezaman dengan kerajaan Malaka dan kerajaan Majapahit
yang sebagaimana yang disebutkan dalam naskah galigo. Dalam periode ini muncul
atau berkembang dua bentuk pustaka bugis, ada yang tergolong karya sastra yang
disebut tolok dan yang bukan karya sastra yang disebut lontarak.
b. Periode
kedua para pakar menyebutnya zaman tomanurung atau periode yang ditandai dengan
munculnya sebuah bentuk pustaka bugis yang berbeda dengan pustaka galgo
(sastra). Dalam periode ini muncul atau berkembang dua bentuk pustaka bugis,
ada yang tergolong karya sastra yang disebut tolok dan yang bukan karya sastra
yang disebut lontarak.
c. Ketika
periode lontarak berkembang beberapa lama, muncul pula bentuk pustaka bugis
yang lain dari kedua bentuk karya sastra yang berkembang sebelumnya (galigo dan
tolok), yakni pau-pau atau pau-pau rikadong serta pustaka lontarak yang berbau
islmi. Selain itu ada perkembanga baru sastra bugis dalam bentuk prosa. Pada
umumnya, sastra prosa ini merupakan saduran dari sastra Melayu kuno atau sastra
parsi.
v Bentuk-bentuk
karya sastra Bugis
1. Karya
sastra Bugis yang berbentuk puisi, yaitu:
a. Elong,
dalam pengertian secara harfiah, elong
berarti nyanyian dalam bahasa Bugis. Elong merupakan puisi yang berupa syair
yang menggambarkan falsafah, petuah serta suasana pikiran. Elong dalam
masyarakat Bugis betul-betul dinyanyikan atau dilagukan secara lisan. Fungsi
elong sebagi hiburan sangat menonjol
Bentuk-bentuk elongmpugi yaitu:
Ø Berdasarkan
jumlah larik setiap bait:
1) Bait
yang terdiri atas dua larik
2) Bait
yang terdiri atas tiga larik
Ø Berdasarkan
posisi dan suku katanya:
1) Elong
sikai-kai
2) Elong
yang berangkai ana sure
3) Elong
yang berangkai nama-nama hari
Ø Berdasarkan
cara penuturannya:
Elong sibali (dinyanyikan secara
berbalasan)
Ø Berdasrkan
isi dan bentuknya:
1) Elong
sipaqdio-rio
2) Elong
assimiliereng
3) Elong
silebbai
4) Elong
osong dan aruq
Ø Berdasarkan
usia:
1) Elong
ana-ana
2) Elong
to malolo (elong mappadicawa dan elong sicanring)
3) Elong
to matoa (elong pangngajak dan elong masigala)
4) Elong
toto/ nasib (elong peddi dan elong maruddani)
Ø Berdasrkan
gaya bahasanya:
1) Elong
maliung
2) Elong
bawang
b. Cenningrara
(mantra) adalah salah satu jenis puisi lama. Mengandung makna permohonan,
permintaan, atau harapan. Jumlah barisnya tidak tetap, ada yang berjumlah tiga
baris, empat baris, dan bahkan ada yang lebih dari sepuluh baris. Cenningrara
bersifat magis, memiliki kekuatan gaib dan kesaktian bila diyakini oleh
pemiliknya.
c. Warekkada
(ungkapan) adalah suasana yang indah
untuk mengungkapakan sesuatu secara halus. Warekkda dapat berupa sindiran dan
nasihat.
d. Paddennuang
(pribahasa) adalah kata atu seelompok kata yang susunannya tetap yang merupakan
perumpamaan yang bersifat halus.
e. Pappaseng adalah perintah, nasihat, amanat, dan permintaan
yang disampaikan oleh orang lain, atau merupakan wasiat yang diturunkan secara
turun temurun oleh masyarakat, yang berisikan ajaran moral yang patut untuk
dituruti.
2. Karya
sastra Bugis yang berbentuk prosa yaitu:
a. Sastra
Lagaligo, merupakan epic terpanjang di dunia. Isinya sebagian trbesar berbentuk
puisi yang ditulis dalam Bahasa Bugis kuno.
b. Pau-pau
rikadong atau merupakan cerita rakayat masyarakat Bugis. Contohnya: Dewatae,
olo-kolo, dan towaranie.
c. Sastra
tolo, merupakan cerita tentang kepahlawanan.