1.
Teori Behaviorisme
(Sumber Fhoto : Google Search) |
Teori
belajar behavioristik lahir sebagai upaya untuk menyempurnakan dua perspektif yang
telah berlaku di awal abad 20, yaitu perspektif strukturalis dari Wundt dan
psikologi fungsionalis dari Dewey. Berangkat dari keterbatasan perspektif
strukturalis dan psikologis fungsionalis, John B. Watson (1878 – 1958) yang di
Amerika dikenal sebagai bapak Behaviorisme, memulai upayanya untuk mengkaji
perilaku, terlepas dari proses mental dan lain-lain. Sebelum Watson, Ivan
Pavlov yang merupkan ahli psikologi dari Rusia (1848-1936).
Teori Pavlov
dikenal dengan nama Teori Pembiasaan Klasik (Classical Conditioning). Pavlop
meneliti proses anjing yang menjadi berliur ketika diiming-imingi daging. Dari
hasil penelitiannya, Pavlov membuktikan bahwa perilaku atau respon dapat
dimanipulasi melalui variasi stimulus atau rangsangan. Sementara itu, Thorndike
(1874-1919) yang menghasilkan Teori Penghubungan atau dikenal dengan “trial and error” atau coba-coba. Menurut Thorndike, respon akan diberikan
berdasarkan asas coba-coba sebagai reaksi terhadap stimulus yang muncul. Oleh
karena itu, Thorndike percaya adanya penghargaan dan hukuman serta keberhasilan
dan kegagalan. Berdasarkan semua itu, Watson menyimpulkan bahwa teori perilaku
memberikan mekanisme yang menjadi landasan dasar terjadinya berbagai dalam
kehidupan.
Teori
perilaku ini tidak hanya dinyatakan oleh Watson, tetapi juga dibuktikan oleh
Skinner (1957) yang menjadi pelopor teori behaviorisme menghasilkan teori operant conditioning. Menurut Skinner,
kunci untuk memahami perilaku individu terletak pada pemahaman kita terhadap
hubungan antara stimulus satu dengan stimulus yang lainnya, respon yang
dimunculkan, dan juga berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh respon
tersebut. Skinner setuju dengan pendapat Watson yang mengatakan bahwa belajar
merupakan proses perubahan perilaku. Teori ini lahir dari suatu percobaan
terhadap seekor tikus. percobaan itu dilakukan dengan cara memasukkan seekor
tikus ke dalam sangkar yang di dalamnya diletakkan dua tongkat pengungkit. Di
atas punggung sangkar diletakkan dua buah mangkuk, yang satu berisi makananan
dan lainnya berisi bedak gatal. Jika tikus menginjak tongkat pengungkit yang
pertama sepotong makanan akan jatuh ke dalam sangkar itu. Tetapi jika tikus itu
menginjak tongkat pengungkit yang kedua maka bedak gatal akan tertumpah ke
dalam sangkar itu. Ternyata tikus itu mampu belajar dari pengalamannya setelah
kedua tongkat itu pernah diinjak. Berdasarkan percobaan ini, Skinner menetapkan
dan mengakui adanya penguatan.
Kata
behavior berasal dari bahasa Inggris yaitu behavior yang artinya tingkah laku
atau perilaku. Tingkah laku yang dimaksud bukan hanya tingkah laku fisik,
gerak-gerik manusia yang biasa diamati, melainkan juga tingkah laku nonfisik,
seperti mendengarkan, berpikir, mencintai, dan sebagainya. Menurut teori
belajar behaviorisme, belajar merupakan perubahan tingkah laku hasil interaksi
antara stimulus dan respon, yaitu proses menusia untuk memberikan respon
tertentu berdasarkan stimulus yang datang dari luar. Stimulus yang disambung
dengan respon akan menghasilkan penguatan. Apabila suatu perbuatan lebih sering
terjadi maka itulah penguatan positif. Dan apabila perbuatan itu tidak terulang
lagi, maka itulah penguatan negatif. Untuk tetap memertahankan itu maka
penguatan dilakukan dengan cara memberikan hukuman atau penghargaan.
2.
Teori Nativisme/mentalisme
Chomsky
(1959) tidak sepakat dengan teori behaviorisme yang dipelopori oleh Skinner.
Menurut Chomsky, tingkah laku manusia jauh lebih rumit daripada tingkah laku
binatang, tikus. Dengan kerumitannya itulah sehingga mustahil pemerian stimuli
eksternal dan respon mampu menentukan tingkah aku bahasa. Bagi Chomsky, yang
mampu memikul tanggung jawab tingkah laku bahasa hanyalah kemampuan bawaan.
Sebelum
Chomsky muncul ke permukaan pada tahun 1960-an terjadi kejutan besar yaitu
lahirnya pendekatan yang mencurahkan perhatiaannya pada faktor linguistik
eksternal. Setelah tahun 1960-an perhatian beralih pada kejutan baru yang
dipelopori oleh Chomsky dengan topik baru “Tata Bahasa Transformasi Generatif”
(TG). Di dalam teori ini Chomsky mengunggulkan Language Acquisition Device (LAD) yang berfungsi sangat menentukan.
Istilah nativis diambil dari pernyataan dasar mereka
bahwa pemerolehan bahasa sudah ditentukan dari sananya, bahwa kita lahir dengan
kapasitas genetik yang memengaruhi
kemampuan kita memahami bahasa disekitar kita, yang hasilnya adalah sebuah
konstruksi sistem bahasa yang tertanam dalam diri kita.
kategorisasi kemampuan dan mekanisme-mekanisme lain yang
berhubungan dengan bahasa ditentukan secara biologis. Chomsky (1965) juga
mengemukakan adanya ciri-ciri bawaan bahasa untuk menjelaskan pemerolehan
bahasa asli pada anak-anak dalam tempo begitu singkat sekalipun ada sifat
abstrak dalam kaidah kaidah bahasa tersebut. Pengetahuan bawaan ini menurut
chomsky, diumpamakan dengan “kotak hitam kecil” di otak, sebuah perangkat
pemerolehan bahasa atau language acquisition device (LAD).
Hipotesis nurani mengatakan bahwa struktur bahasa dalam adalah nurani. Artinya,
rumus-rumus itu dibawa sejak lahir. Pada waktu seorang kanak-kanak mulai
memelajari bahasa ibu, dia telah dilengkapi sejak lahir dengan satu perlatan
konsep dengan struktur bahasa dalam yang bersifat universal. Peralatan konsep
ini tidak ada hubungannya dengan belajar atau pembelajaran, misalnya dengan
aksi atau perilaku seperti yang dikatakan Piaget, dan tidak ada hubungannya
dengan apa yang disebut dengan kecerdasan. Jadi, bahasa dan pemikiran adalah
dua buah sistem yang berasingan, dan memunyai otonomi masing-masing. Seorang
anak yang dungu pun akan lancar berbahasa hampir pada jangka waktu yang sama
dengan seorang kanak-kanak yang normal.
3.
Teori Kognitivisme
Piaget
(1962) yang mengembangkan teori pertumuhan kognisi yang menyatakan, jika
seorang kanak-kanak dapat menggolong-golongkan sekumpulan benda-benda dengan
cara-cara yang berlainan sebelum kanak-kanak itu dapat menggolong-golongkan
benda-benda tersebut dengan menggunakan kata-kata yang serupa dengan benda-benda
tersebut, maka perkembangan kognisi dapat diterangkan telah terjadi sebelum dia
dapat berbahasa.
Menurut
Piaget (Hetherington & Parke, 1975) menyebutkan bahwa ” kognitif adalah
bagaimana anak beradaptasi dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian
di sekitarnya”. Pieget memandang bahwa anak memainkan peran aktif di dalam
menyusunpengetahuannya mengenai realitas, anak tidak pasif menerima informasi.
Selanjutnya walaupun proses berpikir dan konsepsi anak mengenai realitas telah
dimodifikasi oleh pengalamannya dengan dunia sekitar dia, namun anak juga aktif
menginterpretasikan informasi yang ia peroleh dari pengalaman, serta dalam
mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi. Menurut Chaplin (2002)
dikatakan bahwa “kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk
mengenal, termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan,
menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai.
Pada
tahun 60-an golongan kognitivistik mencoba mengusulkan pendekatan baru dalam
studi pemerolehan bahasa. Pendekatan tersebut mereka namakan pendekatan
kognitif. Jika pendekatan kaum behavioristik bersifat empiris maka pendekatan
yang dianut golongan kognitivistik lebih bersifat rasionalis. Konsep sentral
dari pendekatan ini yakni kemampuan berbahasa seseorang berasal dan diperoleh
sebagai akibat dari kematangan kognitif sang anak. Mereka beranggapan bahwa
bahasa itu distrukturkan atau dikendalikan oleh nalar manusia. Oleh sebab itu
perkembangan bahasa harus berlandas pada atau diturunkan dari perkembangan dan
perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi manusia. Dengan
demikian urutan-urutan perkembangan kognisi seorang anak akan menentukan
urutan-urutan perkembangan bahasa dirinya.
Teori
belajar kognitif memandang bahwa belajar bukan semata-mata proses perubahan
tingkah laku yang tampak, melainkan sesuatu yang kompleks yang sangat
dipengaruhi oleh kondisi mental siswa yang tidak tampak. Oleh karenanya, dalam
pembelajaran di kelas seorang guru perlu memerhatikan kondisi siswa yang berhubungan
dengan persepsi, perhatian, motivasi, dan lain-lain. Menurut teori kognitif
bahwa segala aktivitas manusia yang dilakukan dengan sadar bersumber dan
digerakkan oleh kognitif. Aktivitas kognitif meliputi segala aspek kegiatan,
mulai dari adanya masalah, mengidentifikasinya, merumuskan hipotesis,
mengumpulkan informasi atau data, mengambil kesimpulan, mengevaluasi
kesimpulan, sampai kepada perumusan strategi untuk mencapai tujuan