Implikatur Percakapan


Kajian Implikatur Percakapan Sebagai Landasan Teori Pragmatik

A.    Pengertian Implikatur Percakapan
Implikatur (=apa yang diimplikasi). Implikatur dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang diucapkan” dengan “apa yang diimplikasi” .

(Fhoto : Google Search)
Implikatur percakapan dalam kamus linguistik  diartikan sebagai makna yang dipahami tidak atau kurang terungkap dalam apa yang diucapkan. Adapun menurut  Grice (1975) di dalam artikelnya yang berjudul “Logic and Conversation” implikatur percakapan adalah sebuah tuturan yang dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut.

 Misalnya: Ayah datang, jangan mena1qngis!”
Contoh tersebut tidak semata-mata dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa sang ayah sudah datang dari tempat tertentu. Si penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa sang ayah yang bersikap keras dan sangat kejam itu akan melakukan sesuatu terhadapnya apabila ia masih terus menangis. Dengan perkataan lain tuturan itu mengimplikasikan bahwa sang ayah adalah orang yang keras dan sangat kejam dan sering marah-marah pada anaknya yang sedang menangis.

B.     Ciri-ciri Implikatur Percakapan
Adapun cirri-ciri implikatur percakapan yakni sebagai berikut:
a.       Sebagai implikatur percakapan dapat dibatalkan dalam hal tertentu, umpanya dengan menambahakan suatu klausa yang mengatakan bahwa seseorang tidak mau memakai implikatur percakapn itu, atau dengan memberikan suatu konteks untuk membatalkan implikatur itu.
b.      Biasanya tidak ada cara yang lain untuk mengatakan apa yang dikatakan dan masih mempertahankan implikatur yan bersangkutan.
c.       Implikatur percakapan mempersyaratkan pengetahuan terlebih dahulu akan arti konvensional dari kalimat yang dipakai.
d.      Kebenaran dari isi suatu implikatur percakapan bukanlah tergantung pada kebenaran apa yang dikatakan.
C.     Kegunaan konsep implikatur
Levinson (1983) melihat kegunaan konsep implikatur , terdiri atas empat butir, yakni:
a.       Konsep implikatur memungkinkan penjelasan fungsional yang bermakna atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik.
b.      Konsep implikatur memberikan suatu  penjelasan tegas/ eksplisit tentang bagaimana mungkinnya bahwa apa yang diucapkan secara lahiriah berbeda dari apa yang dimaksud dan bahwa pemakai bahassa itu mengerti (menangkap) pesan yang dimaksud.
c.       Konsep implikatur tampaknya dapat menyederhanakan pemerian semantik dari perbedaan hubungan antar klusa, walaupun klausa-klausa itu dihubungkan dengan kata-kata struktur yang sama.
d.      Bahwa hanya beberapa butir saja dasar-dasar implikatur dapat menerangkan berbagai macam fakta/ gejala yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan/ berlawanan.
D.    Teori implikatur Grice
Grice membedakan dua macam makna dalam implikatur percakapan yang disebut “makna alamiah” dan “makna nonalamiah”. Sebagai contoh makna alamiah “awan ang gelap di udara” berarti “bahwa akan turun hujan”. Makna non alamiah adalah apa yang dimaksud dalam suatu tindakan berkomunikasi atau pesan yang dimaksudkan untuk dikomunikasikan. Atau dengan kata lain “sesuatu komunikasi terdiri atas maksud dari “pengirim” untuk menyebabkan “penerima” berpikir atau berbuat sesuatu hal, hanya dengan upaya “penerima”  sadar/ tahu bahwa “pengirim” ingin menimbulkan pikiran atau perbuatan itu.
Teori kedua Grice adalah teori tentang  bagaimana orang menggunakan bahasa. Dalam teori inilah dikembangkan konsep implikatur, karena menurut Grice ada seperangkat asumsi yang melingkupi dan mengatur kegiatan percakapan sebagi suatu tindakan berbahasa. Menurut analisisnya, perangkat asumsi yang memandu tindakan orang dalam percakapan untuk mencapai hasil yang baik. Panduan itu adalah kerja sama yang terdiri atas empat aturan percakapan yang mendasar yang dipandang sebagi dasar-dasar umum yang mendasari kerja sama penggunaan bahasa yang efisien yang secara keseluruhan disebut dasar kerja sama. Keempat dasar kerja sama itu adalah sebagai berikut:
a.       Kuantitas, terdiri atas dua aturan khusus:
1)      Buat sumbangan Anda seinformatif yang diperlukan (untuk tujuan percakapan)
2)      Jangan membuat sumbangan Anda lebih informatif daripada yang diperlukan.
Misalnya, Fatma meminta pertolongan kepada Baya untuk dibelikan telur sebanyak 5 butir. Fatma mengharapkan bantuan si Baya tidak lebih dan tidak kurang daripada apa yang diperlukan. Jadi, si Baya membelikan telur sebanyak 5 butir bukan 4 atau 6.
b.      Kualitas, juga terdiri atas dua aturan khusus:
1)      Jangan katakan apa yang Anda anggap salah.
2)      Jangan sesuatu yang Anda tidak dapat dukung dengan bukti yang cukup.
Misalnya, bila Nasmi sedang bekerja bersama dengan Risna, Nasmi akan mengharapkan bantuan Risna yang benar dan bukan palsu. Umpamanya dalam membuat kue, Nasmi memerlukan gula dan memintanya kepada Risna, Nasmi tidak mengharapkan Risna memberikan garam kepadanya.
c.       Hubungan, aturan ini terdiri atas satu aturan khusus saja, yakni “perkataan Anda harus relevan.”
Kalau Piyu dan Ibnu sedang bekerja sama membuat pintu rumah, dan pada suatu ketika Piyu memerlukan dan meminta lem kayu kepada Ibnu, Piyu tidak akan mengharapkan Ibnu memberikan cat kepadanya walaupun itu akan dibutuhkan pada suaatu ketika nanti.
d.      Cara, yaitu yang mengenai bukan apa yang yang dikatakan tetapi bagaimana itu diungkapkan.
Misalnya, Ayyub dan Asri sedang bersama-sama mengangkat suatu balok, yang seorang mengharapkan yang lain mengisyaratkan dengan jelas kalau dia mau bergerak, dan kalau seorang mau meletakkan balok itu, dia harus kerjakan itu dengan pelan.
Grice juga menyebut adanya aturan-aturan lain (yang umpanya bersifat sosial, estetis, atau susila/ moral). Hal inilah yang dikembangkan oleh Leech yang menganggap aturan kesopanan bukan setingkat dengan aturan atau maksim yang dapat ditambhkan kepada yang 4 butir di atas, tetapi adalah suatu dasar berbahasa tersendiri yang disebutnya dasar kesopanan.
Dalam pergaulan sosial kedua dasar yang dihasilkan implikatur percakapan itu, dasar kerja sama dan kesopanan sama-sama berfungsi dan bekerja. Dalam keadaan yang satu, dasar kesopanan yang lebih dominan atau menentukan dan dalam situasi yang lain dasar kerja samalah yang lebih menentukan apa yang sewajarnya yang diucapkan pembicara dan bagaimana seharusnya cara menginterpretasi atau mengartikan apa yang didengar.
Pandangan Grice berguna sekali membantu kita memahami tindakan manusia dalam interaksi dan pergaulan bersama. Pentingnya dasar kerja sama dan implikatur percakapan yang mendasarinya akan lebih jelas kita pahami kalau kita perhatikan apa yang terjadi kalau aturan-aturan dasar kerja sama itu dilanggar atau tidak diikuti. Di  bawah ini kita lihat beberapa kemungkinan pelanggaran :
a.       Seseorang dapat menyalahi suatu aturan secara diam-diam atau tidak nampak; dalam hal ini mungkin sekali akan memperdaya orang lain.
b.      Seseorang bisa tidak mau melaksanakan suatu  aturan (maxim) dan atau seluruh Dasar Kerja Sama (DKS)  itu. Dia mungkin akan katakan atau isyaratkan dia tidak akan bekerja sama sebagaimana dituntut oleh suatu aturan DKS Itu.
c.       Seseorang bisa dihadapkan dengan benturan : dia, umpamanya, tidak dapat memenuhi Aturan Kuantitas yang pertama (“ Anda harus seinformatif yang diperlukan”). Tanpa melanggar Aturan Kualitas kedua (“ Jangan katakan sesuatu yang Anda tidak ada cukup bukti”).
d.      Seseorang bisa terang-terangan dapat melanggar sesuatu aturan. Dalam hal ini, pembicara dapat memenuhi aturan yang diperlukan tanpa melanggar aturan yang lain (= tidak ada benturan).
Dalam contoh-contoh di bawah ini, sesuatu aturan dilangar pada tingkat harfiah(= apa yang diucapkan pembicara) tetapi pendengar itu berhak menganggap bagawa aturan itu, atau paling sedikit DKS secara keseluruhan, dituruti oleh pembicara pada tingkatimplikasi.
a.       Pelanggaran aturan kuantitas yang pertama: “Buat sumbangan Anda seinformatif yang diperlukan.”
Asri menulis suatu surat keterangan bagi sesorang mahasiswa yang bernama Ayub yang melamar suatu pekerjaan sebagai asisten dosen ilmuh Falsafah. Surat keterangannya berbunyi sebagai berikut:
“Dengan hormat, Bahasa Indonesia Sdr. Ayub adalah amat baik, dan dia secara teratur menghadiri  pertemuan response. Salam saya.”
Interpretasi: Asri tidak menolak memberikan surat keterangan yang diminta, sebab jika memang tidak mau memenuhi permintaan itu, dia tentu tidak akan menulis surat itu. Bukan juga dia tidak mampu memberikan informasi yang lebih banyak oleh karena dia tidak tahu sebab pelamar itu adalah mahasiswanya. Lagi pula tentu diaa tahu bahwa suatu surat keterangan diharapkan lebih banyak informasi. Jadi rupanya dia ingin memberikan informasi lain yang dia tidak suka menuliskannya anggapan ini hanya dapat diterima kalau si Ayyub itu tidak pandai mengenai ilmu Falsafah. Jadi inilah yang si Asri implikasikan.
b.      Pelanggaran Aturan Kualitas yang Pertama: “Jangan katakan sesuatu yang Anda tahu tidak benar.”
Si X, yang selama ini bersahabat erat dengan si M. Si X membocorkan rahasia si M kepada saingan bisnisnnya si M. si M dan para pendengar mengetahui hal ini. Si M lalu mengatakan: “Si X adalah teman yang baik.”
Interpretasi: adalah amat jelas bagi si M dan bagi pendengarnya baahwa apa yang dikataakaan si M atau secara lahiriaah diucaapkannya, adalah sesuatu yang ia tidak yakini, dan para pendengarnya bahwa si M tahu baahwa hal itu jelas bagi pendengarnya. Jadi, kalau ungkapan si M itu tidak sama sekali tanpa makna, maka yang mau disampaikan si M adalah suatu keterangan yang lain dari yang diucapkannya secaara lahiriah, namun yang mau yang disampaikannya itu jelas ada hubungannya dengan yang diucapkannya itu: yang jelas yang paling berhubngan dengan itu ialah kebalikan atau lawan yang diucapkannya itu, itu yang diimplikasikan ucapan si M.
Ada juga pelanggaran aturan-aturan yang lain (Relasi dan Cara), tetaapi jumlah dan macamnya lebih terbatas dan juga belum begitu banyak dikaji. Kiranya cukup dikatakan di sini bahwa ketiga aturan khusus dari aturan cara yang lebih banyak dilanggar ialah:
a.       “Hindarkan kekaburan”;
b.      “Hindari kedwimaknaan”;
c.       “Anda harus berbicara singkat”.