Bahaya Pelabelan Siswa yang Dilakukan Guru

Ilustrasi (Sumber: hipwwe)

Beberapa tahun ini, kita kerapkali menyaksikan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di sekolah, yang disinyalir karena adanya bullying sesama warga sekolah.

Sejatinya, kasus perundungan atau yang sering kita sebut bullying bukanlah fenomena baru, eksploitasi terhadap kaum lemah di sekolah memang sudah menjadi hal klasik, hanya saja ini kemudian menjadi booming dikarenakan kecanggihan teknologi yang mampu mengabadikan, lalu disantap dengan renyah oleh internet.

Terlepas dari kasus bullying, ada hal yang selama ini kurang menjadi sorotan dalam aktivitas pendidikan yakni adanya kekerasan simbolik yang kerap dilakukan guru  terhadap siswa yang berada di kelas tertentu. Semisal, adanya penamaan kelas unggulan di SMP maupun SMA, yang menyebabkan siswa-siswa terdikotomi dalam label-label yang justru mengarah pada diskriminasi.

Belum lagi, terkadang guru hanya selalu memberikan reward atau pujian untuk siswa yang dianggap memiliki kemampuan lebih di kelas, yang pada akhirnya menciptakan batas antara si pintar dan lainnya. Secara psikologis, itu sangat berbahaya terhadap mental siswa, sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan kognitif hingga psikomotoriknya.

Sebab, siswa yang dicap memiliki kemampuan di bawah rata-rata akan selalu merasa tidak mampu bersaing dengan yang mereka yang sedari awal terlabel "pintar". Begitupun sebaliknya.

Termasuk di SMA, peristiwa dehuminasi bukan lagi sekadar konsumsi sekolah akan tetapi masyarakat umum juga mengetahui. Adanya penjurusan antara IPS dan IPA, seolah diterjemahkan lain oleh guru-guru tertentu. Siswa yang memilih masuk di jurusan IPS selama ini dinilai sebagai siswa yang malas, nakal, dan memiliki kualifikasi akademik yang rendah.

Sementara siswa IPA, adalah mereka yang pintar, baik, dan berprestasi. Pengelompokkan-pengelompokan seperti itulah yang menciptakan jurang sosial yang berdampak pada interaksi yang kurang efektif di antara keduanya, stigma yang dialamatkan untuk siswa IPS menjadi masalah yang sangat serius sebab tidak hanya merusak secara personal tapi justru melahirkan ketakutan-ketakutan dari orang tua siswa ketika anaknya masuk jurusan tersebut.

Yang tak kalah berbahayanya, siswa jurusan IPS dan Bahasa akan membawa label tersebut hingga mereka mendalami dan menjadikan hal itu sebagai sebuah kebenaran. (*)