Cerita Baru Manusia di Era Disrupsi

Terasedukasi.com-Manusia itu gemar menuturkan cerita, mendengarkan cerita, bahkan membuat cerita. Dengan cerita, pesan-pesan, amanat-amanat, ajakan-ajakan atau ajaran-ajaran tentang kebaikan dan kebajikan dapat (di-/ter-)sampaikan dengan mengalir dan lembut tanpa nada menggurui atau memaksa. Dengan cerita pula seseorang bisa suka cita mendengarkan, menyimak, bahkan menerima suatu pesan, amanat, ajakan atau ajaran tentang kebijaksanaan dan kebenaran tanpa merasa digurui atau dipaksa oleh pihak lain.

Ilustrasi (Kagama.com)
Tampaknya cerita (yang boleh jadi berisi pesan, amanat, ajakan atau ajaran tertentu) bisa lebih leluasa, lancar, dan deras memberikan permenungan, bahkan kesadaran dan kesembuhan bagi jiwa manusia. Tak heran, dalam sepanjang sejarah kebudayaan dan peradaban, manusia senantiasa membuat dan menuturkan cerita di samping mendengarkan dan mengawetkan cerita.
Keberadaan, hidup, dan kehidupan manusia pun seakan-akan berada di dalam lingkaran cerita: manusia pernah bisa melepaskan diri dari cerita dalam sepanjang hidupnya. Sebab itu, manusia juga homo fabulans, makhluk cerita atau pencerita, di samping homo sapiens, makhluk berpikir. Di sinilah cerita menjadi kebutuhan hidup bersama sekaligus pribadi manusia.

Dalam Era Disrupsi sekarang, cerita-cerita lama telah runtuh dan hancur di dalam dunia manusia. Mitologi-mitologi lama gulung tikar -- legenda-legenda lama lapuk dan usang. Sayang, cerita-cerita baru belum dapat dibangun dan ditegakkan. Mitologi-mitologi baru belum disusun dan dipercaya manusia -- legenda-legenda baru juga prematur, bahkan mati suri di tengah jalan.

Tak pelak, manusia terguncang -- bahkan kalang kabut dan senantiasa dalam kepanikan tak berujung. Belum ada cerita baru mampu menyatukan -- di antara manusia bertabrakan. Mereka melempar prasangka, dusta, dan benci di ruang kehidupan bersama. Dunia-kehidupan manusia retak, malah rusak, makna hidup sebagai sesama porak-parik dihembalang kepentingan-kepentingan sempit dan dangkal. (*)

Penulis: Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd.
(Guru Besar Fakultas Sastra UM)