A. Para
Filosof Yunani
1. Plato
Dalam keseimbangan logika dengan etika,
kata-kata Plato yang paling tepat adalah yang mengatakan bahwa kesengsaraan
dunia tidak akan berakhir sebelum filosof menjadi raja, atau raja-raja menjadi
filosof.
Internet |
Titik temu dan keseimbangan yang
dibicarakan di atas itulah yang menjadi kajian penulis, oleh karena itu banyak
orang yang mengatakan Plato menginginkan negarawan menjadi filosof dan filosof
menjadi negarawan.
Itu pula sebabnya Plato membagi struktur
sosial masyarakat menjadi tiga golongan besar, yaitu:
a. Kelompok
filosof yang senantiasa memikirkan kebaikan termasuk dalam mengkaji keberadaan
sebagai suatu Negara yang baik. Dari kelompok inilah kajian etika kebaikan
mulai lahir yang berbicara tentang kebijaksanaan dan moral.
b. Kelompok
prajurit yang senantiasa memikirkan kebenaran, sehingga tugasnya adalah
mengawasi dan menjaga keamanan. Dari kelompok inilah lahir kajian strategi
perang, permainan politik yang pada gilirannya menjadi berbagai ilmu.
c. Kelompok
masyarakat jelata yang menopang kehidupan ekonomi rakyat seperti petani, buruh,
tukang, pedagang, ibu-ibu dan anak-anak. Dari kelompok inilah serba serbi
kehidupan yang multidimensional, dank arena keberagaman tersebut menjadi seni.
Plato
adalah salah satu pencari Tuhan dalam hidupnya, sehingga paradigma pemikirannya
menjadi paradigma teokratis yang di yang dikolaborasi dengan asas
rasionalistis. Jadi, Plato masih tetap dalam bentuk utopia yang memunyai
wewenang, perhatian utamanya pada pemerintahan Tuhan, menjadi apa yang
diikhtisarkan oleh wahyu menjadi peraturan manusia. Maka masyarakat yang baik
menjadi masyarakat Tuhan yang mengikuti hukum Tuhan.
2. Aristoteles
Dalam sistem suatu
pemerintahan, Aristoteles mendukung adanya segelintir masyarakat yang dianggap
sebagai budak belian, karena dianggap sejalan dengan garis hukum alam, dan dia
walaupun bukan percaya pada kerendahan martabat wanita dibandingkan kaum
laki-laki tapi merestuinya. Ini sudah barang tentu memengaruhi budaya yang
berlaku pada waktu itu.
Pada
kesempatan lain, Aristoteles berpendapat bahwa kemiskinan adalah bapaknya revolusi dan dia juga mengatakan bahwa
barang siapa yang sudah merenungi berbagai hal dalam seni memerintah manusia
(publik), maka yang bersangkutan pasti yakin bahwa nasib suatu imperium
tergantung pada pendidikan generasi penerusnya.
Aristoteles
tanpak semakin eksistensialis dan secular karena berusaha memisahkan perenungan
kerohanian yang transcendental dengan keduniawian.
Tuhan
baginya muncul karena intelektual manusia belaka, bila alam semesta, bermula
dari Tuhan maka awalnya dapat diusut dengan mengetahui Tuhan itu sendiri.
Tetapi karena tidak dapat menjelaskan akar-akar misterius dari rasionalitas
manusia, maka ahli-ahli agama mengandaikan bahwa mengenal sesuatu yang rasional
adalah sudah mengenal Tuhan. Sehingga rasionalitas alam menjadi serba mistik
karena mencampur-adukkan alam dengan Tuhan.
Dalam
mengaitkan kebenaran Tuhan dan kebenaran manusia inilah tanpak perjalanan
paradigm ilmu politik menurut kacamata Aristoteles, yaitu merupakan kajian awal
dari ilmu filsafat yang dimulai dari pemikiran teokrasi kemudian menuju
rasionalitas.
B. Para
Filisof Islam
1. Al
Ghazali
Semula Al Ghazali
menolak para filosof memikirkan Allah dan kejadian ala mini secara akal, itulah
sebabnya beliau menulis buku Tahafut Al Falasifah ( Kesalahan filsafat) karena
beliau tidak menyukai pemikiran Filosof Barat dan Filosof Islam yang
mengingkari kebesaran Allah sang Pencipta, jadi beliau semula menolak
eksistensialisme.
Sebagai orang islam
yang mendalami fiqih beliau mengecam para filosof yang meremehkan upacara
liturgy (ibadat) keagamaan, karena bagi beliau upacara tersebut adalah
kewajiban untuk mencapai kesempurnaan, bahkan lebih jauh dari pada itu bagi
beliau upacara keagamaan tidak hanya cukup dengan mengerjakan secara lahiriah,
beliau bahkan berhasil membuka tabir rahasia shalat, puasa, haji dan lain-lain.
Namun sebagai pengkaji
al Qur’an beliau kemudian kembali menggunakan akal dalam membahas arti hidup,
hikmah al Qur’an serta hakikat kenabian sehingga beliau dianggap berhasil
membela kemurnian agama Islam. Jadi pikiran para filosof yang selama ini cukup
membingungkan dalam mengkaji Tuhan, beliau uraikan dengan filsafat Islam itu
sendiri.
Sebaliknya dalam
kesempatan lain serangan dari para mistik Islam yang sebenarnya membahayakan
aqidah, beliau memberikan tuntutan yang sesuai dengan syariat dan fiqih Islam,
itulah sebabnya kemudian beliau digelari sebagai Hajatul Muslim (Tempat Umat
Islam Berargumentasi).
Menurut Al Ghazali
seluruh yang ada di muka bumi ini tidak lepas dari perhatian Allah Yang Maha
menyaksikan (Asy syahid), namun karena ada kehendak manusia yang dibiarkan oleh
Allah maka diperlukan manusia menjadi perubahannya. Itulah sebabnya pada akhir
hidupnya selain beliau bersufi, beliau juga berjihad. Kesufian beliau terlihat
dari persucian hati yang beliau tulis (Tazkiyat tun Nafs).
2. Ibn
Rusyd
Ibn Rusyd dibesarkan di
Benua Eropa, tetapi tidak mengurangi kealiman beliau dalam agama islam, hanya
saja begitu beliau mendengar hujatan Al Ghazali terhadap filsafat, serta merta
beliau membelanya dengan mengeluarkan buku Tahafut ul Tahafut (Kesalahan Buku
yang salah).
Menurut Ibn Rusyd hendaknya
umat islam jangan menolak mentah-mentah seluruhnya Filsafat Yunani, terutama
pemikiran Aristoteles. Itulah sebabnya beliau dianggap pembela utama
Aristoteles.
Beliau memang ‘melalap’
habis buku-buku Aristoteles dan memodifikasinya menjadi bernuansa Islam, dengan
begitu cukup eksis menggiring umat manusia menjadi seorang pejuang dalam
berpikir. Artinya perjuangan manusia dengan kebesaran Tuhan harus digabungkan,
dengan demikian agama yang menyeluruh manusia pasrah digabung dengan pemikiran
filsafat yang menyeluruh manusia berjuang dalam hidup ini.
Sebagai orang yang
berfikir rasional Ibn Rusyd menafsirkan agama dengan akal, namun bukan berarti
beliau meninggalkan agama, dalam hal ini islam, lagi pula bukankah ratusan ayat
Al-Qur”an berbicara tentang akal, filsafat, dan kewajiban berfikir.
Jadi apabila sekarang ini orang
mencoba memikirkan denngan akal mengapa umat islam mengizinkan perang, mengapa
umat islam membolehkan laki-laki beristri lebih dari satu, mengapa umat islam
berwudhu setelah buang angin, mengapa umat islam membedakan wainta dengan
laki-laki dalam hal menjadi saksi, tetapi dalam hal yang lain posisinya
seimbang? Maka jawabannya sangat diterima akal, karena umat Islam memerlukan
perang terhadap kezaliman, umat Islam menginginkan pertanggungjawaban terhadap
besarnya jumlah wanita secara hukum bukan menyiayiakannya, umat Islam sedang
menghormati keberadaan transendentalnya shalat, kecuali kalau mengeluarkan
kotoran lalu mengajarkan cara mencucinya, umat Islam melakukan studi khusus
wanita tentang emosi yang dimiliki kaum hawa ini. Jadi Ibn Ruuyd benar-benar
mengajarkan Islam secara akal