Pengelolaan dan Layanan Konseling


(Sumber Fhoto : Google Search)
Pengelolaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah ditunjang oleh adanya organisasi, para pelaksan, program pelaksanaan dan operasionalisasi pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.
A.  Organisasi Layanan Bimbingan dan Konseling
Organisasi layanan bimbingan dan konseling di sekolah meliputi segenap unsur di sekolah yaitu :
1.    Organisasi Pelayanan BK di SMU
a.    Unsur Kepala Dinas Pendidikan Propinsi/kota adalah personil yang bertugas melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
b.    Dewan Pendidikan berperan dalam mutu peningkatan layanan pendidikan dengan memberi pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana, dan prasarana, serta pengawasan pendidikan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak memunyai hubungan hirarkis.
c.    Pengawas Sekolah Bidang BK adalah pejabat fungsional yang bertugas menyelenggarakan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolagh.
d.   Kepala Sekolah (bersama wakil kepala sekolah) adalah penanggung jawab pendidikan disatuan pendidikan secara keseluruhan, termasuk pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling.
e.    Komite sekolah berperan dalam mutu peningkatan pelayanan pendidikan, dengan memberi pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada  tingkat satuan pendidikan.
f.     Koordinator bimbingan dan konseling (bersama para guru pembimbing) adalah pelaksana utama pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah
g.    Guru mata pelajaran/praktik, adalah pelaksana pengajaran dan/atau latihan di sekolah.
h.    Wali Kelas adalah guru yang ditugasi secara khusus mengelola satu kelas siswa tertentu.
i.      Siswa adalah peserta didik yang menerima pelayanan pengajaran, latihan, dan bimbingan dan konseling di sekolah.
j.      Tata Usaha adalah pembantu kepala sekolah dalam penyelenggaraan administrasi dan ketatausahaan di sekolah.

2.    Personil Pelaksana
Personil pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling adalah segenap unsur yang terkait di dalam organigram pelayanan bimbingan dan konseling, dengan koordinator dan guru


Pembimbing sebagai pelaksana utamanya. Adapun personil pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling, yaitu:
a.       Kepala sekolah
b.      Wakil kepala sekolah
c.       Coordinator bimbingan dan konseling
d.      Guru pembimbing
e.       Guru mata pelajaran dan guru praktik
f.       Wali kelas
3.    Program Pelayanan
Program pelayanan bimbingan dan konseling disusun berdasarkan kebutuhan, lengkap dan menyeluruh, sistematis, terbuka dan luwes, memungkinkan diselenggarakan penilaian dan tindak lanjut.
a.    Perencanaan
Program pelayanan bimbingan dan konseling direncanakan berdasarkan hasil analisis kebutuhan yang dirasakan oleh siswa asuh (untuk guru pembimbing tertentu) dan seluruh siswa pada umumnya serta pihak-pihak lain yang amat berkepentingan dengan perkembangan siswa pada umumnya serta piahak-pihak lain yang amat berkepentingan dengan perkembangan siswa secara optimal. Program ini meliputi semua jenis layanan dengan berbagai kegiatan pendukungnya, disusun dalam rencana yang jelas baik rinciannya maupun jangka waktunya, yaitu program satuan layanan/pendukung, mingguan, bulanan, caturwulanan, dan satu tahun penuh.
b.    Persiapan Pelaksanaan
Program yang telah direncanakan harus dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan nyata. Kegiatan ini memerlukan persiapan yang matang baik menyangkut penyipan satuan layanan/kegitannya, tenaga pelaksana, sarana penunjang dengan berbagai alat perlengkapan/fasilitasnya, maupun sasaran dari layanan/kegiatan yang direncanakan itu.
c.    Penilaian dan Tindak Lanjut
Penilaian dan tindak lanjut kegiatan bimbingan dan konseling perlu dipersiapkan dengan baik. Hal ini penting agar seluruh progrm pelyanan yang telah direncanakan itu bersifat dinamis dan dapat dikembangkan secara berkelanjutan.
d.   Operasionlisasi Program
Program-program pelayanan bimbingan dan konseling yang telah direncanakan akan terlaksana dengn baik apabila ditunjang tenaga, prasarana, sarana, dan perlengkapan yang memadai. Hal-hal pokok yang harus mendapatkan  perhatian guna terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang baik adalah tenaga, prasarana dan sarana, waktu, kerja sama, suasana profesional, dan dana.

B.  Peranan Guru dalam Layanan Bimbingan dan Konseling
1.    Peranan Guru pada Umumnya
Guru memunyai peranan dan kedudukan kunci dalam keseluruhan proses pendidikan terutama dalam pendidikan formal, bahkan dalam keseluruhan pembangunan masyarakat pada umumnya. Sehubungan dengan ini, G. F. Moody (Natadwijaya, 1988) mengemukakan pendapat berdasarkan pengalaman dan penelaahannya, bahwa sesungguhnya keberhasialn dari suatu masyarakat yang teratur sangat bergantung kepada guru. Surakhmad (1969) mengingatkan pentingnya peranan guru dalam pembangunan bahwa kekuatan dan mutu pendidikan sesuatu negra dapat dinilai dengan memergunkan faktor guru sebagai salah satu indeks utama.
Peranan guru itu akan makin tampak, kalau dikaitkan dengan kebijaksanaan dan program pembangunan dalam pendidikan dewasa ini, yaitu berkenaan dengan peningkatan mutu lulusan atau hasil pendidikn itu sendiri. Dalam keadaan semacam itu, guru seyogyanya memiliki kualifikasi sesuai dengan bidang tugasnya. Sehubungan dengan kualifikasi dan tugas guru itu, guru mengemban sekurang-kurangnya tiga tugas pokok, yaitu : profesional, manusiawi, dan kemasyarakatan (Darmodiharjo, 1982).
2.    Peran Bimbingan dalam Pembelajaran
Peran bimbingan dalam proses pembelajaran merupakan salah satu kompetensi guru yang terpadu dalam keseluruhan kompetensi penyesuaian interaksonal, yang merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri dengan karakteristik siswa salam suasana belajar siswa.
Peranan bimbingan seorang guru sebagai penyesuaian interaksional dalam proses belajar-mengajar itu dapat diartikan sebagai perlakuan guru terhadap siswa dengan memerlihatkan hal-hal sebagai berikut :
a.    Perlakuan terhadap siswa sebagai individu yang memiliki potensi untuk berkembang dn maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri.
b.    Sikap positif yang wajar terhadap siswa.
c.    Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati, dan menyenangkan.
d.   Pemahaman terhadap siswa secara empatik.
e.    Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu.
f.     Penampilan diri secara ikhlas di depan siswa.
g.    Kekonkretan dalam menyatakan diri.
h.    Penerimaan terhadap siswa secara apa adanya.
i.      Perlakuan terhdap siswa secara terbuka
j.      Kepekaan terhadap perasaan siswa yang dinyatakan oleh siswa dan membantu siswa untuk menyadari perasaannya itu
k.    Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran saja, melainkan juga menyangkut pengembangan siswa menjadi individu yang lebih dewasa.
l.      Penyesuaian diri terhadap keadaan yang khusus.
3.    peranan Guru dalam Bimbingan di Kelas
keberhasilan belajar siswa akan lebih memadai, apabila guru menerapkan peran bimbingan dalam belajar mengajar, yang berupa upaya fasilitatif bagi perkembangan kepribadian iswanya. Serta upaya bimbingan lain untuk membimbing siswa menentukan tujuan yang hendak dicapainya, membimbing siswa dalam menilai keberhasilannya dalam mencapai tujuan.
Dalam melaksanakan peranan bimbingannya, baik secara umum maupun dalam proses belajar-mengajar, guru sering mengeluh karena tugasnya terlalu melimpah. Untuk melaksanakan tugas sehari-hari , seorang guru menghadapi sejumlah siswa, sampai mungkin beratus-ratus siswa yang terbagi dalam beberapa kelas yang harus dilayaninya secara bergiliran. Sebelum melakukan tugas mengajar, guru harus memersiapkan pelajaran sebaik-baiknya , dan sesudahnya, guru harus melakukan berbagai tugas, seperti memeriksa dan memberi angka. Dengan demikian, tugas bimbingan dianggap sebagai tugas tambahan, yang pada umumnya dianggap sebagai tugas yang sangat berat.
Apabila guru lebih memerhatikan siswa dan bukan hanya memerhatikan pelajarannya, maka guru itu akan menemukan dan memahami bahwa proses belajar itu lebih penting daripada pelajaran yang diberikannya. Guru aan lebih efektf, apabila memberikan perhatian yang lebih besar kepada proses belajar dan proses perkembangan siswanya.
4.    Keterbatasan Guru dalam Bimbingan di Kelas
Meskipun guru memegang peranan yang sangat penting dalam upaya bimbingan di sekolah, namun beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sehubungan dengan keterbatasan dan kemampuan guru untuk melaksanakannya. Dalam penelaahannya Miller (Natawidjaya, 1988) menghimpun sejumlah pokok persoalan yang berkenaan dengan keterbtasan guru dalam melaksanakan bimbingan. Miller meninjaunya dari dua alasan pokok, yaitu rasionalisasi guru untuk menghindari tugas bimbingan, dan alasan yang benar-benar merupakan keterbatasan teknis.
a.          Guru memunyai waktu yang terbatas untuk melaksanakan bimbingan
b.         Guru kurang mendapat latihan dan pengalaman untuk melakukan bimbingan
c.          Guru kurang memiliki kepribadian yang cocok untuk melakukan pekerjaan bimbingan
d.         Guru kurang luwes dalam mengatur jadwal kegiatannya untuk melaksanakan tugas-tugas bimbingan yang tidak merupakan bagian yang nyata dari pengajaran di kelas
e.          Dalam melaksanakan tugas pengajaran, guru seringkali dihadpkan pada situasi yang menuntutnya untuk membrikan konseling
5.    Perbedaan Mengajar dan Mengonseling
Berikut ini akan dikemukakan pendapa para ahli tentang perbedaan antara tugas mengajar dan mengonseling, sebagai berikut :
Miller (Natawidjaya, 1988) menemukan tiga perbedaan pokok antara proses pengajaran dan konseling, yaitu masalah (a) disiplin, (b) komunikasi, dan (c) tujuan.
Pertama; disiplin yang jelas harus dikembangkan dan dipertahankan guru dalam kelas, sedangkan guru pembimbing seringkali harus meninggalkan disiplin untuk menciptakan suatu suasana pribadi yang memadai dengan kliennya.
Kedua; komunikasi yang dilakukan oleh guru, pada umumnya bersifat lisan dan guru memegang peran yang dominan. Guru lebih berfungsi untuk memberikan informasi yang cukup kepada siswa mengenai bahan pelajaran inti yang disajikannya. Sebaliknya, guru pembimbing lebih banyak mendengarkan dan membangkitkan semangat klien untuk lebih banyak mengungkapkan keadaan pribadinya, serta berusaha sebanyak mungkin memeroleh informasi dari klien.
Ketiga; tujuan yang hendak dicapai dalam pengajaran, pada umumnya ditentukan oleh sekolah dan masyarakat yang lebih luas, termasuk pemerintah. Tujuan itu dirinci dan dikhususkan serta dirumuskan oleh guru. Meskipun di dalam pelaksanaannya masih dapat dipengaruhi oleh pihak siswa, guru tetap akan mengarrahkan kegiatan belajar-mengajar itu kepada pencapaian tujuan yang dirumuskannya tadi. Sebaliknya, kegiatan konseling memunyai tujuan yang tidak begitu saja dapat dirumuskan sebelum kegiatan itu berlangsung. Tujuan konseling sangat bergantung pada masalh yang dibawa siswa, sedangkan masalah siswa itu baru dapat ditemukan dan dianalisis dalam kegiatan konseling itu sendiri sacara berangsur-angsur.
Mortensen dan Schmuller (1964) mengemukakan terdapat empat perbedaan antara proses pengajaran dan konseling, yaitu : (a) hakikat maslah yang dihadapi, (b) pemberian kekuasaan, (c) peranan kelompok, dan (d) cara bertindak.
Pertama; kegiatan mengajar merupakan pelaksanaan kehendak masyarakat yang dicurahkan dalam program pendidikan bagi semua siswa. Kegiatan pengajaran dilakukan dengan tujuan untuk menyajikan informasi, melatih keterampilan, dan mengembangkan sikap dan nilai yang ditentukan terlbih dahulu sesuai dengan program pendidikan di ekolah yang bersangkutan. Sebaliknya, dalam konseling, klien merupakan pihak yang lebih banyak menentukan permasalahan yang ditangani dalam pertemuan antara klien dan guru pembimbing.
Kedua; di dalam kelas guru memiliki kekuasaan. Sebaliknya, guru pembimbing tidak akan memerlihatkan kekuasaannya. Dalam pengajaran guru harus memberikan penilaian dan keputusan tertentu mengenai tindakan siswa, sedangkan guru pembimbing membantu kliennya agar dia dapat menilai dirinya sendiri, dengan membrikan kemudahan dan dorongan untuk itu.
Ketiga; kegiatan mengajar pada umumnya merupakan kegiatan kelompok. Konseling pada umumnya menangani perilaku klien (individul) yang berlainan dengan perilaku kelompok. Guru pembimbing menggunakan kelompok untuk menemukan kelainan-kelainan tersebut sebagai persiapan untuk melakukan konseling.
Keempat; kegiatan mengajar adalah suatu kegiatan yang direncanakan berdasarkan kurikulum yang telah ditentukan terlebih dahulu. Kegiatan itu dilaksanakan dengan menggunakan prosedur dan cara yang ditetapkan oleh guru. Kegiatan mengonseling, meskipun pada dasrnya ditata berdasarkan sistem tertentu, dilaksanakan dengan memerhatikan kemajuan dan kebutuhan klien sendiri. 


BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
adapun simpulan yang dapat diambil dari makalah ini, yaitu:
1.      Pengelolaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah ditunjang oleh adanya organisasi, para pelaksana, program pelaksanaan dan operasionalisasi pelayanan bimbingan dan konseling.
2.      Organisasi pelayanan BK di SMUMeliputi kepala dinas pendidikan propinsi/ kota, dewan pendidikan, pengawas sekolah bidang BK, kepala sekolah, komite sekolah, koodinator bimbingan dan konseling, guru mata pelajaran/ praktik, wali kelas, siswa, dan tata usaha.
3.      Personil pelaksana meliputi kepala sekolah, wakil kepala sekolah, koordinator bimbingan dan konseling, guru pembimbing, guru mata pelajaran, dan wali kelas.
4.      Program layanan meliputi perencanaan, persiapan pelaksanaan, serta penilaian dan tindak lanjut.
5.       Operasionalisasi program harus memperhatikan tenaga, prasarana, sarana, waktu, kerja sama, suasana professional, dan dana
B.     Saran
adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis, yaitu:
1.      Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat mengetahui lebih lanjut mengenai pengelolaan layanan bimbingan dan konseling.
2.      Dengan pengetahuan yang didapatkan setelah membaca makalah ini, hal itu diharapkan dapat diterapkan sesuai waktu, kondisi, dan kebutuhan kita.


DAFTAR PUSTAKA

Samad, Sulaiman, dkk. 2009. Profesi Keguruan.Makassar: Penerbit FIP