Batasan, Unsur, dan Pemakaian Bahasa


1.     Batasan Bahasa
(Fhoto : Google Search)
Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat, yang berupa bunyi suara atau tanda/isyarat atau lambang yang dikeluarkan oleh manusia untuk menyampaikan isi hatinya kepada manusia yang lain.

2.     Unsur Bahasa
Bahasa sebagai alat komunikasi terjadi dua macam unsur, yakni isi bahasa dan bentuk bahasa.
Isi bahasa adalah perasaan dan atau pikiran yang dikeluarkan oleh manusia untuk menyampaikan isi hatinya kepada manusia yang lain.
Bentuk bahasa adalah bunyi suara atau tanda/isyarat atau lambing yang dipakai oleh manusia untuk menyampaikan isi hatinya kepada manusia yang lain.

3.     Pemakaian Bahasa
Menurut pemakaiannya, bahasa dibedakan atas dua macam, yakni bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa lisan adalah bahasa yang penyampaiannya dilakukan dengan jalan berbicara, sedangkan yang menerimanya melakukan dengan jalan mendengarkan.
Bahasa tulis adalah bahasa yang penyampaiannya dilakuian dengan jalan menulis/mengarang, sedangkan yang menerimanya melakukan dengan jalam membaca.
Bahasa yang asli adalah bahasa yang diucapkan atau bahasa lisan, karena sebelum pandai menulis, orang sudah pandai berkomunikasi dengan suara yang mengandung arti. Setelah itu timbul bahasa tulis. Itu tidak berarti bahwa bahasa lisan lebih penting daripada bahasa tulis begitupun sebaliknya. Keduanya memegang peranan penting sebagai alat komunikasi, lebih-lebih pada zaman modern dewasa ini. Keduanya saling membantu. Jika seseorang misalnya karena berjauhan tempat, tidak mungkin melakukan komunikasi dengan bahsa lisan, maka dipergunakan bahasa tulis, sebaliknya apabila orang yang menerima surat tidak dapat menangkap maksud pengirimnya maka si pengirim surat dapat menjelaskan maksudnya itu dengan bahasa lisan melalui telepon local/interlokal atau pada waktu berjumpa.

4.     Aspek (Segi) Bahasa
Ada empat aspek/segidalam bahasa, yaknoi berbicara, mendenganrkan, menulis/mengarang, dan membaca. Keempat aspek membaca tersebut perlu dilatih dan dikembangkan agar kegiatan berkominikasi dengan bahasa dapat berjalan lancar dan sempurna.
Aspek berbicara dan menulis/mengarang merupkan aspek untuk menyampaikan isi hati seseorang kepada orang lain, sednagkan aspek mendengarkan dan membaca merupakan aspek untuk menerima isi hati seseorang yang disampaikan kepada orang lain.

5.     Syarat Terjadinya Komunikasi Bahasa
Ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar terjadi komunikasi dalam bahasa, yakni:
a.       Harus ada pembicara/penulis,
b.      Harus ada pendengar/pembaca,
c.       Harus ada bahasa sebagai alat komunikasi.

6.     Fungsi Bahasa
Bahasa sebagai alat komunikasi menjalankan dua macam fungsi/tugas, yakni fungsi umum dan fungsi khusus.
a.      Fungsi Umum Bahasa
Fungsi umum bahasa adalah fungsi bahasa yang berlaku bagi semua bangsa di semua negara, dan dapat diperinci sebagai berikut:
1)      Untuk tujuan praktis, yakni untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari. Fungsi ini ada tiga macam:
a)      Fungsi produktif
Dalam fungsi ini bahasa dipakai oleh manusia untuk menyampaikan isi hantinya kepada manusia lain.
b)      Fungsi reseptif
Dalam fungsi ini bahasa yang dipakai oleh manusia untuk menerima isi hati manusia yang lain yang disampaikan kepadanya.
c)      Fungsi reproduktif
Dalam fungsi ini bahasa dipakai oleh manusia untuk menyatakan isi hatinya setelah menerima pernyataan isi hati orang lain.
2)      Untuk tujuan artistic, yakni untuk mengolah dan mempergunakan bahasa itu dengan cara yang seindah indahnya guna pemuasan rasa keindahan/estetis manusia.
3)      Untuk tujuan filologis, yakni mempelajari naskah-naskah kuno untuk menyelidiki latar belakang sejarah manusia, sejarah kebudayaan, dan adat istiadat serta perkembangan bahsa itu sendiri.
4)      Untuk tujuan Ipteks, yakni sebagai kunci untuk mempelajari ilmu pengetahuan lain di luar bahasa.
b.      Fungsi Khusus Bahasa
Fungsi khusus bahasa adalah fungsi yang disesuaikan dengan kepentingan nasional suatu Negara.
Demikian pula bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional Negara Republik Indonesia, mempunyai fungsi khusus sesuai dengan kepentingan bahasa Indonesia, yakni:
1)      Sebagai alat untuk menjalankan Administrasi Negara, karena dipakai dalam surat-menyurat resmi, dalam peraturan-peraturan dan undang-undang, demikian pula dalam pidato dan pertemuan-pertemuan resmi.
2)      Sebagai pemersatu bangsa Indonesia.
3)      Sebagai wahana (tempat, wadah) untuk menampung kebudayaan baru dalam membina Kebudayaan Nasional.
Masalah di atas dilandasi oleh suatu peristiwa penting yang menyangkut kehidupan bangsa kita, baik yang menyangkut kepentingan masyarakat Indonesia masa kini maupun masa depan adalah peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Peristiwa itu selalu diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda yang sejak tahun 1978 sekaligus dijadikan Hari Pemuda. Dalam peringatan ini dibacakan naskah Sumpah Pemuda 1928 yang merupakan kutipan Putusan Kongres Pemuda-Pemuda Indonesia tahun 1928 sebagai berikut:
Pertama  : Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. 
Kedua   : Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga   : Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Sumpah Pemuda merupakan pernyataan kebulatan tekad yang dijalin oleh tiga unsur yang saling berkaitan. Unsur pertama dan kedua merupakan penagkuan terhadap tanah air Indonesia yang satu, yang didukung oleh satu kesatuan bangsa Indonesia. Unsur ketiga merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia.
Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional dan pada tahun 1945 secara konstitusional, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945.

7.     Fungsi dan kedudukan Bahasa Indonesia
Salah satu masalah kebahasaan yang perumusan dan dasar pengarahannya perlu dicakup oleh kebijaksanaan nasional di dalam bidang kebahasaan ialah fungsi dan kedudukan bahasa di Indonesia.
Yang dimaksud dengan fungsi bahasa adalah nilai pemakaian bahasa yang dirumuskan sebagai tugas pemakaian bahasa itu di dalam kedudukan yang diberikan kepadanya.
Yang dimaksud dengan kedudukan bahasa adalah status relative bahasa sebagai sistem lambing nilai budaya yang dirumuskan atas dasar nilai sosial yang dihubungkan dengan bahasa yang bersangkutan.
Bahasa Indonesia disamping berkedudukan sebagai bahasa pergaulan juga sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Kedudukannya sebagai bahasa pergaulan berfungsi sebagai alat penghubung dalam kehidupan sehari-hari di dalam rumah tangga/lingkungan masyarakat tertentu.
Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional sejak diadakannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Kedudukannya sebagai bahasa Negara tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal 36. (Bahasa Negara adalah bahasa Indonesia). Dengan dasar ini, bahasa Indonesia di samping sebagai bahasa nasional juga sebagai bahasa resmi pemerintahan. Bahasa-bahasa daerah yang masih dipakai sebagai perhubungan yang hidup dan dibina oleh masyarakat pemakaiannya dihargai dan dipelihara oleh Negara, oleh karena bahasa-bahasa itu adalah bagian daripada kebudayaan Indonesia yang hidup.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1.      Lambang kebanggaan nasional,
2.      Lambang identitas nasional,
3.      Alat pemersatu bangsa, dan
4.      Alat penghubung antarsuku bangsa.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1.      Bahasa resmi negara,
2.      Bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan,
3.      Bahasa resmi dalam hubungan tingkat nasional untuk perencanaan, dan
4.      Bahasa resmi dalam pembinaan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Dengan semakin meluasnya penggunaan bahasa Indonesia di dalam warga masyarakat Indonesia, pembinaan bahasa Indonesia perlu ditingkatkan sesuai dengan kedudukan dan fungsinya. Hal ini sejalan dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Semesta (MPRS) tahun 1966, halaman 121, yaitu: “Meningkatkan penggunaan bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu yang ampuh” dan upaya pembinaan bahasa nasional seperti yang dirumuskan secara jelas dalam Ketetapan MPR tahun 1978 dan tahun1983, butir 3, bidang kebudayaan, yaitu: “Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia dilaksanakan dengan mewajibkan penggunaannya secara baik dan benar”. Selain itu, dalam Ketetapan MPR dinyatakan, “Pendidikan dan Pengajaran bahasa Indonesia perlu makin ditingkatkan dan diperluas sehingga mencakup semua lembaga pendidikan dan menjangkau masyarakat luas”. Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1988, bab 21, diarahkan bahwa usaha pembinaan bahasa Indonesia akan ditingkatkan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. Dalam hubungan itu, akan ditingkatkan usaha memasyarakatkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan petugas pemerintah, khususnya yang berhubungan dengan masyarakat. Demikian pula dalam GBHN, tahun 1993, bab VI, halaman 191, Bidang Kebudayaan, butir e, sehingga penggunaannya secara baik dan benar dengan penuh rasa bangga makin menjangkau seluruh masyarakat, memperkukuh persatuan dan kesatuan, serta menetapkan kepribadian bangsa. Penggunaan istilah asing yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia harus dihindari.

8.     Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia
Pencanangan semboyan “Gunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar” dalam upaya pembinaan bahasa Indonesia mendapat tanggapan pasif dari warga masyarakat. Semboyan itu sangat sederhana, tetapi cukup berat untuk dilaksanakan karena berisikan anjuran kepada masyarakat untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik - sesuai dengan lingkungan dan keadaan yang dihadapi dan benar – sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Hal itu tentu saja tidak akan terlepas dari tujuan pembinaan bahasa Indonesia yang antara lain:
1.      Menumbuhkan dan membina siakp bahasa yang positif,
2.      Meningkatkan kegairahan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan
3.      Meningkatkan mutu serta disiplin penguasaan bahasa Indonesia dalam segenap lapisan masyarakat.
Lebih lanjut perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pembinaan dan Pengembangan bahasa Indonesia ialah: Semua usaha dan kegiatan yang bertujuan untuk memelihara dan mengembangkan bahasa Indonesia guna mewujudkan pemakaian bahasa Indonesia yang efisien dan efektif ang harus diawali dengan usaha pembakuan dalam segala aspeknya.
Tujuan pembakuan bahasa Indonesia adalah agar tercapai pemakaian bahasa yang cermat, tepat, dan efisien dalam komunikasinya: dalam hubungan ini perlu ditetapkan kaidah yang berupa aturan dan pegangan yang tepat di bidang ejaan, kosa kata, tata bahasa, dan peristilahan.
Berdasarkan hal yang telah dikemukakan di atas, sudah dapat dipahami bahwa usaha pembakuan bahasa bertujuan untuk mewujudkan bahasa yang dalam pemakaiannya bersifat cermat, tepat, dan efisien. Bahasa yang akan dicapai oleh usaha pembakuan ialah, “bahasa baku” atau “bahasa standar”.
Proses pembakuan bahasa diadakan karena keperluan komunikasi. Dalam proses ini salah satu variasi yang diangkat untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu dan variasi itu disebut bahasa baku atau bahasa standar. Variasi lain yang disebut nonbaku atau nonstandar tetap hidup dan berkembang sesuai dengan fungsinya. Pembakuan bahasa tidak dimaksudkan untuk mematikan variasi nonbaku. Pembakuan bahasa tidak berarti uniformisasi bahasa.
Guna perwujudan bahasa baku yang dimaksudkan serta penerapannya, maka lebih dahulu perlu ditetapkan kaidah yang berupa aturan dan pegangan yang tepat di bidang ejaan, kosakata, tata bahasa baku, dan peristilahan.
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam usaha pembakuan ini adalah:
1.      Kodifikasi
Himpunan dari hasil pemilihan kata yang lebih baik antara satu dengan yang lainnya, itulah kodifikasi. Jadi, yang mula-mula diadakan ialah inventarisasi bahan dari sejumlah bidang yang diperlukan. Kemudian diadakan pemilihan pada kelompok tiap bidang. Selanjutnya, hasil pilihan dihimpun menjadi satu kesatuan.
F. Baradja berpendapat bahwa sedikitnya ada lima macam dasar yang dapat dipakai untuk menyusun bahasa Indonesia baku, adalah: (1) otorita, (2) bahasa para penulis terkenal, (3) demokrasi, (4) logika, dan (5) bahasa orang-orang yang dianggap terkemuka oleh masyarakat (Pengajaran Bahasa dan Sastra, Tahun I, Nomor 2, 1975: 14).
Yang dapat dianggap baku ialah ucapan atau tulisan yang biasa dipergunakan oleh golongan masyarakat yang paling berwibawa dan paling luas pengaruhnya. Yang termasuk dalam golongan ini ialah: pemerintah, ulama, guru, cendikiawan pada umumnya. Golongan ini merupakan “kunci masyarakat”.
Melihat kenyataan, bahwa bahasa Indonesia didukung oleh berbagai macam golongan pemakai dan dipergunakan dalam berbagai bidang pekerjaan dan situasi, maka wajarlah kalau bahasa Indonesia baku tumbuh dan dipakai pada tempat atau daerah yang representative dari berbagai golongan penduduknya.
Dalam pengodifikasian bahasa Indonesia, akan menyangkut dua aspek yang penting, yaitu: (1) bahasa menurut situasi pemakai dan pemakaiannya, (2) bahasa menurut strukturnya sebagai suatu sistem komunikasi.
Kodifikasi yang pertama akan menghasilkan sejumlah ragam bahasa dan gaya bahasa. Perbedaan ragam dengan gaya tampak dalam pemakaian bahasa lisan dan bahasa tulisan. Setiap hal ini akan mengembangkan variasi menurut pemakaiannya di dalam pergaulan keluarga dan sahabat, di dalam hubungan yang formal, seperti: administrasi pemerintahan, perundang-undangan, dan peradilan, lingkungan pengajaran, sarana komunikasi massa, dan ilmu pengetahuan.
Kodifikasi yang kedua menghasilkan tata bahasa dan kosa kata yang baku. Pada umumnya yang layak dianggap baku ialah ujaran dan tulisan yang dipakai oleh golongan masyarakat yang paling luas pengaruhnya dan paling besar kewibawaannya. Termasuk di dalamnya para pejabat Negara, para guru, warga media massa, alim ulama, dan kaum cendikiawan. Golongan ini dapat disebut golongan Pembina pendapat umum, maka mereka jugalah yang sebaiknya jadi sasaran usaha pembinaan.
2.      Elaborasi
Usaha kodifikasi harus dilanjutkan dengan elaborasi. Elaborasi ini merupakan penyebarluasan hasil kodifikasi. Penyebaran ini dapat dilakukan dengan jalan menerapkan hasil kodifikasi ke dalam segi kehidupan bangsa Indonesia, seperti dalam lapangan pengajaran, ilmu pengetahuan, pemerintahan, politik, ekonomi, dan sosial budaya.
3.      Implementasi
Setelah usaha kodifikasi dan elaborasi dikerjakan, maka harus diikuti oleh usaha implementasi. Implementasi ini merupakan proses terakhir dari usaha pembakuan bahasa. Terwujudnya implementasi dengan baik berarti usaha pembakuan bahasa telah tercapai. Hal ini bergantung kepada masyarakat.
     
Kalau usaha kodifikasi dan elaborasi dikerjakan oleh pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa atau lembaga-lembaga bahasa dan para guru bahasa Indonesia, maka implementasi dilakukan oleh seluruh anggota masyarakat. Harus diusahakan dengan cara bagaimana supaya masyarakat dapat menerima baik hasil  kodifikasi dan elaborasi serta penerapannya. Justru itu, kesadaran dan sikap positif  masyarakat sangat diperlukan.
Hasil kodifikasi yang tidak diiringi dengan usaha implementasi hanya akan menjadi beku.
Usaha implementasi dapat berbentuk antara lain seperti pemakaian, bahasa Indonesia (berbicara) di radio atau di televise dengan mempergunakan kata-kata, istilah-istilah, atau konstruksi/struktur kalimat yang merupakan hasil kodifikasi.
Adapun sarana-sarana yang menentukan bahwa usaha-usaha pembakuan bahasa Indonesia di atas berhasil atau tidak, ialah: (a) pendidikan, (b) industry buku, (c) perpustakaan, (d) administrasi Negara, (e) tenaga ahli, (f) penelitian, dan (g) media massa.