Wisrawa

Terasedukasi.com-Tidak banyak karya sastra yang benar-benar kunikmati saat membacanya. Kadang hanya untuk kepentingan akademik, baik untuk bahan mengajar atau malah untuk menulis artikel. Tidak banyak.
Ilustrasi (Foto:Int)

Dari yang tidak banyak itu, salah satunya novel yang ditulis oleh seorang Romo Jesuit yang berjudul Anak Bajang Menggiring Angin (1983). Awalnya kudengar tahun 1980-an akhir dari pembacaan buku RSPD (Radio Siaran Pemerintah Daerah) Tegal oleh Nurhidayat. Lewat pembacaannya yang menarik, kisah-kisah Ramayana versi Sindhunata yang lulusan doktor Jerman itu kuresapi. Benar-benar kunikmati.

Tentu saja gambaran tentang anak-anak bajang dan para anak raksasa bermain bersama adalah suatu ilustrasi kisah yang abstrak, tapi menarik. Ada satu kutipan yang terngiang-ngiang hingga sekarang, entah di halaman berapa, “Dan di seberang laut sana, anak-anak bajang dengan tempurung bocor hendak menguras air samudera.” Ekspresi tulisan Sindhunata ini menjadi sangat hidup ketika dibacakan oleh Nurhidayat.

Beberapa tahun kemudian saya membeli buku tersebut. Koleksi novel ini entah dipinjam siapa, dan tidak kembali.

Kisah lain buku ini yang membekas di memoriku adalah cerita tentang Wisrawa, pendeta tua yang meminang Dewi Sukesi untuk anaknya yang bernama Danareja, seorang raja Lokapala. Dia meminangnya untuk dijadikan menantu, hendak dijodohkan dengan anaknya. Tapi dalam lamaran itu, Sukesi minta sesuatu yang membuat goncang semesta, termasuk kahyangan. Dalam lamaran itu Sukesi minta diwedarkan atau dipaparkan makna sastra jendra hayuningrat pangruwating diyu. Saya tidak akan mewedarkannya di sini, tidak ingat, ha ha ha. Ini tentang rahasia alam semesta.

Singkat cerita, Bathara Guru khawatir jika rahasia jagat kehidupan sastra jendra hayuningrat pangruwating diyu itu disingkap oleh Wisrawa kepada Sukesi. Bathara Guru meminta istrinya Dewi Uma untuk masing-masing menyusup ke jiwa Wisrawa dan Sukesi, menggoda mereka, sehingga pemedaran rahasia semesta itu bisa digagalkan. Mereka berhasil. Wisrawa pendeta tua yang melamar Sukesi untuk jadi menantunya itu, akhirnya tergelincir.

Terjadilah persetubuhan yang terlarang, persetubuhan angkara. Dari situ lahirlah Rahwana (Dasamuka), Kumbakarna, dan Sarpakenaka. Ketiganya berupa raksasa. Sumber petaka. Barulah setelah itu lahir Gunawan Wibisana hasil perkawainan sewajarnya, tokoh protagonis yang kemudian memihak Rama.

Ada banyak kisah lain dari buku yang ditulis oleh pria kelahiran Batu, Malang yang kini menetap di Yogya itu. Buku ini adalah versi kisah Ramayana yang dikemas dengan diksi-diksi yang menarik, simbol-simbol yang tidak biasa, unik dan brilian. Saya menjadikannya sebagai kajian skripsi pada 1995 lalu.

Dalam semesta raya, bumi kita adalah renik seperti sebutir pasir di tengah gurun. Baik dalam rentang keluasan semesta maupun dalam rentang panjangnya waktu. Pengetahuan tentang asal mula kehidupan adalah misteri besar yang tidak semua orang bisa memahaminya bahkan ketika hal itu diajarkan kepadanya. Bayangkan dalam sebuah galaksi semacam Bima Sakti (Milkyway) tempat kita, terdiri atas milyaran bintang semacam matahari kita. Dan semesta terdiri atas milyaran galaksi sejenis Bima Sakti. Sukesi ingin Wisrawa mewedarkannya sebagai syarat pinangan.
 Saya jadi teringat sedikit tentang Syekh Siti Jenar yang ajarannya berbicara tentang asal mula kehidupan.

Saya lupa apakah ajaran sangkan paraning dumadi itu ajarannya atau bukan. Yang jelas, sejarah menggelincirkannya dalam perkembangan Islam awal di tanah Jawa.

Penulis: Nurhadi (Dosen Universitas Negeri Yogyakarta)
Yk, Mg, 15/03/2020: 23.14.