Kohesi dan Koherensi (Analisis Wacana)

(Sumber Fhoto : Google Search)

A.   Kaitan kohesi dan koherensi
Wacana mempunyai entuk dan makna. Kedua hal ini merupakan factor penting menentukan tingkstilat keterbacaan dan keterpahaman wacana. Kohesi tersirat pengertian kepaduan, dan keutuhan. Sedangkan pada koherensi itu berkaitan dengan pertalian dan hubungan. Kalau kita kaitkan dengan aspek bentuk dan makna maka kohesi mengacu aspek formal bahasa dan koherensi mengacu aspek ujaran.
Aspek formal bahasa yang berkaitan erat dengan kohesi ini melukiskan bagaimana caranya proposisi-proposisi saling berhubungan satu sama lain bagaimana caranya proposisi-proposisi yang tersirat disimpulkan untuk menafsirkan tindak ilokusi sebagai acuan koherensi.
Dalam istilah kohesi tersirat pengertian kepaduan dan keutuhan. Adapun dalam koherensi tersirat pengertian pertalian atau hubungan. Bila dikaitkan dengan aspek bentuk dan aspek makna bahasa, maka kohesi merupakan aspek formal bahasa sedangkan koherensi merupakan aspek ujaran (Henry Guntur Tarigan, 1987: 96)
Wacana yang baik adalah wacana yang memiliki kohesi dan koherensi . kalimat atau kata yangt dipakai bertautan dan pengertian yang satu menyambung pengertian yang lainnya secara berturut-turut. Jadi kohesi dan koherensi menjadi aspek yang penting dan menjadi titik berat dalam suatu wacana.

B.   Kohesi
Kohesi merupakan organisasi sintaktik, wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Kohesi adalah hubungan antar kalimat di dalam wacana baik dalam strata gramatikal maupun dalam tataran leksikal.
Menurut Anton M. Moeliono (1988: 343) kohesi adalah keserasian hubungan antara unsure yang satu dengan unsure yang lainnya sehingga tercipta pengertian yang apik dan koheren.
Pemahaman wacana dengan baik memerlukan pengetahuan dan penguasaan kohesi yang baik pula, tidak hanya terfokus pada kaidah-kaidah bahasa tetapi juga pada realitas, pengetahuan kita dalam proses penalaran, yang disebut penyimpulan sintaktik (Van de Velde, 1984: 6). Suatu teks atau wacana benar-benar kohesi apabila terdapat kesesuaian bentuk bahasa terhadap konteks (situasi luar bahasa). Ketidaksesuaian bentuk bahasa dengan konteks akan menghasilkan teks yang tidak kohesif, (james, 1980: 102-104).
Menurut Brown dan Yule (1983: 191) menyatakan bahwa kohesi adalah hubungan antaragian dalam teks yang ditandai oleh penggunaan unsure bahasa.
Sarana-sarana kohesif dikelompokkan ke dalam lima kategori yaitu:
1.      Pronomina
Pronomina adalah kata yang menggantikan nomina atau frasa nominal atau biasa juga disebut kata ganti
Yang termasuk pronominal yaitu:
a.       Kata ganti orang
1)      Kata ganti orang terbagi atas tiga yaitu:
a)      Kata ganti orang pertama, terbagi atas:
(1)    Kata ganti orang pertama tunggal yaitu: saya, aku, ku.
(2)   kata ganti orang pertama jamak yaitu: Kita, kami.
b)      Kata ganti orang kedua, terbagi atas:
(1)   Kata ganti orang kedua tunggal yaitu: Engkau, kamu, Anda, kau.
(2)   Kata ganti orang kedua jamak, yaitu: kalian, kamu sekalian.
c)      Kata ganti orang ketiga, terbagi atas:
(1)   Kata ganti orang ketiga tunggal, yaitu: dia, beliau.
(2)   Kata ganti orang ketiga jamak, yaitu: mereka.
b.      Kata ganti penunjuk
Kata ganti penunjuk, terbagi atas:
1)      Kata ganti penunjuk umum, yaitu: ini, itu.
2)      Kata ganti penunjuk tempat, yaitu: sini, situ, sana, di sana, ke sana, dari situ, ke sini, di sini, ke situ, yakni, yaitu.
3)      Kata ganti penunjuk ihwal, yaitu: begini, begitu.
c.       Kata ganti penanya.
Kata ganti penanya, terbagi atas:
1)      Kata ganti penanya benda atau orang, yaitu: apa, siapa, mana, yang mana.
2)      Kata ganti penanya waktu, yaitu: kapan, bilamana, apabila.
3)      Kata ganti penanya tempat, yaitu:di mana, ke mana, dari mana.
4)      Kata ganti penanya keadaan, yaitu: mengapa, bagaimana.
5)      Kata ganti penanya jumlah, yaitu: berapa.
d.      Kata ganti yang tidak menunjuk pada orang atau benda tertentu, yaitu: sesuatu, seseorang, barang siapa, siapa-siapa, masing-masing.
2.      Subtitusi
Subtitusi adalah proses atau hasil penggantian unsure bahasa atau unsure lain dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsure-unsur pembeda atau untuk menjelaskan struktur tertentu (Kridalaksana, 1984: 185).
Merupakan hubungan gramatikal, lebih bersifat hubungan kata dan makna. Subtitusi dalam bahasa Indonesia dapat bersifat nominal, verbal, klausa, atau campuran misalnya satu, sama, seperti itu, demikian rupa, demikian, begitu, melakukan hal yang sama.
Contoh:
Saya dan paman masuk ke warung kopi. Paman memesan kopi susu, saya memesan juga satu. Paman bercita-cita menyekolahkan anak-anaknya ke perguruan tinggi agar mereka menjadi sarjana yang berguna bagi keluarga dan masyarakat serta memperoleh penghasilan yang cukup. Saya rasa cita-cita yang demikian merupakan cita-cita semua orang tua. Orang tua di kampung kami melakukan hal yang sama demi masa depan anak-anak mereka. Cita-cita seperti itu lumrah dan tidak utopis.
3.      Ellipsis
Ellipsis adalah peniadaan kata-kata atau satuan lain yang wujud asalnya dapat diramalkan dari konteks bahasa atau luar bahasa (Kridalaksana, 1984: 45). Ellipsis juga dapat pula dikatakan penggantian sesuatu yang ada tetapi tidak diucapkan atau dituliskan. Hal ini dilakukan demi melakukan kepraktisan.
Contoh:
Eva dan Heri gemar sekali mendaki gunung sebagai sport utama mereka. Justru Fries dan Ninon sebaliknya, mereka senang memancing. Setiap hari minggu Fries dan Ninon pergi memancing ke waduk Bili-bili. Mereka membawa perangkat pancing beberapa buah. Minggu yang lalu ayah meminjam satu. Siapa yang memperoleh lebih dari dua kilo diberi hadiah sebuah radio transistor. Minggu yang lalu justru Fries pula yang berhasil . apakah Anda juga pernah memancing ke waduk Bili-bili pada hari minggu atau pada hari-hari libur lainnya? Belum, bukan? Aduh, saying sekali! Cobalah sekali-kali, pastilah menyenangkan.
4.      Konjungsi
Konjungsi digunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, atau paragraph dengan paragraph (Kridalaksana, 1984: 105). Konjungsi bahasa Indonesia dikelompokkan atas:
a.       Konjungsi adversative, yaitu: tetapi, namun
b.      Konjungsi kausal, yaitu: sebab, karena
c.       Konjungsi koordinatif, yaitu: dan, atau, tetapi.
d.      Konjungsi korelatif, yaitu: entah, baik, maupun
e.       Konjungsi subordinatif, yaitu: meskipun, kalau, bahwa
f.       Konjungsi temporal, yaitu: sebelum, sesudah.
Contoh:
Badan terasa kurang enak, tetapi dia masuk kantor juga karena banyak tugasyang harus diselesaikan dengan segera. Masuk atau tidak masuk kantor, pekerjaan harus selesai sebab bulan depan akan diadakan serah terima jabatan, baik yang digantikan maupun yang pengganti harus dipertemukan saat itu. Meskipun misalnya seseorang tidak ingin dipindahkan ke tempat lain, tetapi kalau surat keputusan telah dikeluarkan, maka perpindahan harus dilaksanakan selekas mungkin. Akhirnya dia mengetahui dengan pasti bahwa dia dipindahkan ke kota besar dan ramai. Sesudah membaca surat keputusan itu dia merasa gembira sebab sebelum itu dia menduga bahwa dia akan dipindahkan dan ditempatkan di kota yang terpencil entah di Kalimantan atau di Papua.


5.      Kohesi leksikal
Kohesi leksikal dilakukan dengan cara memilih kata yang serasi. Ada beberapa cara untuk mencapai aspek leksikal kohesi ini, antara lain:
a.       Pengulangan (repetisi) kata yang sama: subsidi-subsidi
b.      Sinonim: pahlawan dengan pejuang
c.       Antonym: besar dengan kecil
d.      Hiponim: angkatan darat, kereta api, bus
e.       Korelasi: buku, Koran, majalah
f.       Ekuivalensi: belajar, mengajar, pelajar, pengajar, pengajaran
Contoh:
Para pemuda Indonesia, pemuda Jawa, pemuda Batak, pemuda Ambon dan lain-lain turut berjuang menentang penjajah, memperjuangkan kemerdekaan di nusantara ini. Mereka semua merupakan pahlawan, pejuang yang tidak kenal menyerah. Para pejuang ini adalah putra dan putrid yang gagah perkasa. Mereka berjuang mati-matian. Perjuangan mereka telah berhasil. Tidak sedikit pemuda mengorbankan jiwa dan raga mereka. Pengorbanan mereka tidak sia-sia.