Hakikat
Pendekatan Komunikatif
Munculnya
istilah pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa diilhami oleh suatu
teori yang memandang bahasa sebagai alat berkomunikasi. Berdasarkan teori
tersebut, maka tujuan pembelajaran bahasa dirumuskan sebagai ikhtisar untuk
mengembangkan kemampuan yang oleh Hymes (11972) disebut kompetensi komunikatif.
(Fhoto : Google Search) |
Pendekatan
komunikatif dalam pengajaran bahasa muncul pada tahun 1970-an sebagai reaksi
terhadap empat aliran pembelajaran bahasa yang dianut sebelumnya (grammar
translation method, direct method, audiolingual method, dan cognitive learning
theory). Keempat metode itu memiliki ciri yang sama iaitu pembelajaran bahasa
dalam bidang struktur bahasa yang disebut pembelajaran bahasa struktural atau
pembelajaran bahasa yang berdasarkan pendekatan struktural.
Pendekatan
struktural menitikberatkan pengajaran bahasa pada pengetahuan tentang kaidah
bahasa (tatabahasa) yang biasanya disusun dari struktur yang sederhana ke
struktur yang kompleks. Para pembelajar mula-mula diperkenalkan bunyi-bunyi,
bnetuk-bentuk kata, struktur kalimat, kemudian makna unsur-unsur tersebut.
Kelemahan
pendekatan struktural ialah tidak pernah memberikan kesempatan kepada
pembelajar untuk berlatih menggunakan bahasa dalam situasi komunikasi yang
nyata yang sesungguhnya lebih urgen dimiliki oleh para siswa ketimbang
pengetahuan tentang kaidah-kaidah bahasa.
Kelemahan
dari pendekatan struktural itulah mengilhami lahirnya pendekatan komunikatif
yang menitikberatkan perhatian pada penggunaan bahasa dalam situasi komunikasi.
Pendekatan komunikatif memberikan tekanan pada kebermaknaan dan fungsi bahasa.
Dengan kata lain, bahasa untuk tujuan tertentu dalam kegiatan berkomunikasi.
Selanjutnya,
untuk memahami hakikat pendekatan komunikatif, menurut Syafi’ie (1998) ada
delapan hal yang perlu diperhatikan, iaitu:
a.
Teori Bahasa
Pendekatan
komunikatif berdasarkan pada teori bahasa yang menyatakan bahwa pada hakikatnya
bahasa itu merupakan suatu sistem untuk mengekspresikan makna. Teori ini lebih
memberi tekanan pada dimensi semantik dan komunikatif. Oleh karena itu, dalam
pembelajaran bahasa yang berdasarkan pendekatan komunikatif yang perlu
ditonjolkan ialah interaksi dan komunikasi bahasa, bukan pengetahuan tentang
bahasa.
b.
Teori Belajar
Pembelajar
dituntut untuk melaksanakan tugas-tugas yang bermakna dan dituntut untuk
menggunakan bahasa yang dipelajarinya. Teori belajar yang cocok untuk
pendekatan ini ialah teori pemerolehan bahasa kedua secara alami. Teori ini
beranggapan bahwa proses belajar bahasa lebih efektif apabila bahasa diajarkan
secara informal melalui komunikasi langsung di dalam bahasa yang sedang
dipelajari.
c.
Tujuan
Tujuan
yang ingin dicapai berdasarkan pendekatan komunikatif merupakan tujuan yang
lebih mencerminkan kebutuhan siswa iaitu kebutuhan berkomunikasi, maka tujuan
umum pembelajaran bahasa ialah mengembangkan kemampuan siswa untuk
berkomunikasi (kompetensi dan performansi).
d.
Silabus
Silabus
disusun searah dengan tujuan pembelajaran, yang harus dipehatikan ialah
kebutuhan para pembelajar. Tujuan-tujuan yang dirumuskan dan materi yang diilih
harus sesuai dengan kebutuhan siswa.
e.
Tipe Kegiatan
Tipe
kegiatan komunikasi dapat berupa kegiatan tukar informasi, negosiasi makna,
atau kegiatan berinteraksi.
f.
Peranan Guru
guru
berperan sebagai fasilitator, konselor, dan manajer proses belajar.
g.
Peranan Siswa
Peranan
siswa sebagai pemberi dan penerima, sebagai negosiator dan interaktor. Di
samping itu, pelatihan yang langsung dapat mengembangkan kompetensi komunikatif
pembelajar. Dengan demikian, siswa tidak hanya menguasai struktur bahasa,
tetapi menguasai pula bentuk dan maknanya dalam kaitan dengan konteks
pemakaiannya.
h.
Peranan Materi
Materi
disusun dan disajikan dalam peranan sebagai pendukung usaha meningkatkan
kemahiran berbahasa dalam tindak komunikasi yang nyata. Materi berfungsi
sebagai sarana yang sangat penting dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
2.
Prosedur Pembelajaran Komunikatif
Berkenaan
dengan prosedur pembelajaran dalam kelas bahasa yang berdasarkan pendekatan
komunikatif, Finochiaro dan Brumfit (dalam Azies, 1996), menawarkan garis besar
kegiatan pembelajaran untuk tingkat sekolah menengah pertama. Garis besar tersebut
sebagai berikut.
a.
Penyajian Dialog Singkat
Penyajian
ini didahului dengan pemberian motivasi dengan cara menghubungkan situasi
dialog dengan pengalaman pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pelatihan Lisan Dialog yang Disajikan
b. Pelatihan Lisan Dialog yang Disajikan
Pelatihan
ini diawali dengan contoh yang dilakukan oleh guru. Para siswa mengulang contoh
lisan gurunya, baik secara bersama-sama, setengah, kelompok kecil, atau secara
individu.
c.
Tanya-Jawab
Hal
ini dilakukan dua fase. Pertama, tanya-jawab yang berdasarkan topik dan situasi
dialog. Kedua, tanya-jawab tentang topik itu dikaitkan dengan pengalaman
pribadi siswa.
d.
Pengkajian
Siswa
diajak untuk mengkaji salah satu ungkapan yang terdapat dalam dialog.
Selanjutnya, para siswa diberi tugas untuk memberikan contoh ungkapan lain yang
fungsi komunikatifnya sama.
e.
Penarikan Simpulan
Siswa
diarahkan untuk membuat simpulan tentang kaidah tata bahasa yang terkandung
dalam dialog.
f.
Aktivitas Interpretatif
Siswa
diarahkan untuk menafsirkan beberapa dialog yang dilisankan.
g. Aktivitas Produksi Lisan
g. Aktivitas Produksi Lisan
Dimulai
dari aktivitas komunikasi terbimbing sampai kepada aktivitas yang bebas.
h.
Pemberian Tugas
Memberikan
tugas tertulis sebagai pekerjaan rumah
i.
Evaluasi
Evaluasi
pembelajaran dilakukan secara lisan (Tarigan, 1991).
Memperhatikan
prosedur di atas, dapat dilihat adanya kesamaan antara prosedur pembelajaran
yang berdasarkan prinsip pendekatan struktural.
Lain
halnya yang disodorkan oleh Littlewood adalah prosedur metodologis yang terbagi
atas kegiatan prakomunikatif dan kegiatan komunikatif. Sejalan dengan itu,
Harmer (1998) mengemukakan bahwa tahap-tahap pembelajaran bahasa komunikatif
harus dimulai dari aktivitas nonkomunikatif menuju aktivitas komunikatif. Dalam
fase kegiatan nonkomunikatif, para pembelajar belum memiliki keinginan untuk
berkomunikasi, juga mereka tidak memiliki tujuan berkomunikasi. Pada tahap ini
peranan guru masih dominan, guru masih sering melakukan intervensi. Dalam fase
komunikatif, pemebelajar sudah memiliki keinginan dan tujuan berkomunikasi.
Pembelajar tidak lagi menitikberatkan pada bentuk, tetapi pada isi.
Berkenaan
dengan penggunaan pendekatan komunikatif Littlewood, mengemukakan ada dua
kegiatan komunikatif yang perlu dikenal, iaitu:
1.
Kegiatan komunikasi fungsional
2.
Kegiatan interaksi sosial
Kegiatan
komunikasi fungsional dapat berupa kegiatan berbahasa untuk saling membagi
informasi dan kegiatan berbahasa untuk mengolah informasi yang keduanya dapat
dirinci menjadi:
a.
kegiatan saling membagi informasi dengan kerja sama yang terbatas
b.
kegiatan saling membagi informasi dengan kerja sama yang tidak terbatas
c.
kegiatan saling membagi informasi dan mengolah informasi
d.
kegiatan mengolah informasi
Kegiatan
interaksi sosial dapat berupa
a.
dialog dan bermain peran
b.
simulasi
c.
memerankan lakon pendek yang lucu
d.
improvisasi
e.
berdebat, dan
f.
melaksanakan berbagai bentuk diskusi.
3.
Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Apresiasi Prosa (Cerita)
Pembelajaran
sastra merupakan bagian dari pembelajaran bahasa, maka pelaksanaannya
berintegrasi dengan pembelajaran bahasa. Tujuan umum pengajaran sastra agar
siswa mampu menikmati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk
mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
Sastra
sendiri merupakan karya seni yang menggunakan bahasa. Oleh karena itu,
pembelajaran sastra dapat dengan mudah diintegrasikan dengan pembelajaran
bahasa. Di samping itu, diabadikan kepada kepentingan pengembangan kemampuan
berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan, baik pemahaman (reseptif) maupun
penggunaan (produktif), sesuai karakteristik pembelajaran bahasa berdasarkan
pendekatan komunikatif.
Dalam
proses pembelajaran prosa ada berbagai kegiatan yang dapat dilaksanakan.
Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain ialah menyimak pembaca prosa, tentang
prosa, membaca prosa, dan mengarang prosa.
Membaca
prosa termasuk kegiatan membaca pemahaman. Dalam kegiatan pembelajaran prosa,
siswa diarahkan untuk memahami prosa yang dibacanya. Hal apa saja yang harus
dipahami siswa? Ada tiga hal yang penting untuk diperhatikan, iaitu: tokoh,
alur, dan latar cerita.
a.
Pemahaman Tokoh Cerita
Tokoh termasuk unsur cerita yang sangat penting. Tidak ada cerita tanpa tokoh. Tokoh-tokoh dalam cerita bersifat unik, tokoh yang satu berbeda dengan tokoh yang lainnya. Perbedaan tokoh itu ditandai dengan perbedaan nama, perbedaan fisik, dan perbedaan watak masing-masing tokoh. Dalam pembelajarn prosa para siswa dibimbing untuk dapat mengidentifikasi perbedaan nama, kondisi fisik, dan watak setiap tokoh yang terdapat dalam cerita yang dibacanya.
Tokoh termasuk unsur cerita yang sangat penting. Tidak ada cerita tanpa tokoh. Tokoh-tokoh dalam cerita bersifat unik, tokoh yang satu berbeda dengan tokoh yang lainnya. Perbedaan tokoh itu ditandai dengan perbedaan nama, perbedaan fisik, dan perbedaan watak masing-masing tokoh. Dalam pembelajarn prosa para siswa dibimbing untuk dapat mengidentifikasi perbedaan nama, kondisi fisik, dan watak setiap tokoh yang terdapat dalam cerita yang dibacanya.
Berkenaan
dengan tokoh dalam cerita iaitu tokoh pratagonis dan tokoh antagonis. Tokoh
pratagonis adalah tokoh yang mendapat simpati pembaca, karena memiliki watak
tertentu, maka para pembaca berpihak kepadanya.dan sering menjadi idola
pembacanya. Tokoh antagonis dibenci pembaca karena hadir sebagai lawan dari
tokoh pratagonis.
Daya
tarik sebuah cerita antara lain disebabkan oleh adanya pertentangan antara
tokoh pratagonis dengan tokoh antagonis. Baik tokoh pratagonis maupun tokoh
antagonis biasanya menjadi fokus cerita biasa disebut tokoh utama. Tokoh utama
baik yang berkarakter menyenangkan maupun yang berkarakter tidak menyenangkan
(jahat), biasanya didukung oleh tokoh-tokoh yang lain yang biasa disbut tokoh
pendukung.
Dalam
pembelajaran membaca prosa (cerita), siswa dibimbing untuk menemukan tokoh
utama dan tokoh pendukungnya. Di samping itu, mereka dibimbing pula untuk
menemukan tokoh pratagonis dan antagonis.
b.
Pemahaman Alur Cerita
Alur
atau plot ialah rangkaian kejadian dalam cerita. Rangkaian kejadian itu
dibangun berdasarkan hukum sebab akibat. Sebuah peristiwa yang terjadi dalam
sebuah cerita harus berdasarkan sebab yang masuk akal (logis). Perilaku seorang
tokoh dalam sebuah cerita sangat berkaitan dengan karakter para tokohnya.
c.
Pemahaman Latar Cerita
Sebuah
cerita terjadi di sebuah tempat dan pada waktu tertentu. Tempat dan waktu
terjadinya sebuah peristiwa mempunyai iklim, kondisi, budaya, adat istiadat dan
suasana tertentu. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi karakter setiap
tokoh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa latar sebuah cerita dapat
berpengaruh terhadap karakter setiap tokoh yang ada dalam cerita yang
bersangkutan.
Berdasarkan
uraian tersebut, dapat dilihat bahwa tokoh cerita, alur, dan latar merupakan
unsur-unsur cerita yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain.
Guru dalam hal ini membimbing siswa menemukan ketiga unsur yang terkandung
dalam cerita yang dibacanya.
4.
Media Pembelajaran Prosa (Cerita)
Media
pembelajaran merupaka salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan
pembelajaran. Penggunaan media dalam pembelajaran sedikitnya ada dua keuntungan
iaitu:
a.
Dapat membuat pendidikan (pembelajaran) lebih produktif, dan
b.
Dapat membuat pendidikan (pembelajaran) lebih individual (Jobrohim, 1994).
Penggunaan
media dapat membuat pembelajar lebih produktif karena media menyuguhkan
pengalaman belajar yang lebih kaya, tidak hanya melibatkan satu alat indra
saja. Dengan adanya media, para siswa tidak hanya dapat belajar melalui
menyimak, tetapi juga melalui kegiatan melihat dan mengamati. Hal ini dapat
meningkatkan kekuatan memori dan perhatian sehingga pembelajaran akan lebih
produktif. Di samping itu, penggunaan media pun dapat mewadahi potensi
individual para siswa.
Para
siswa lebih kuat daya ingat dan daya serapnya melalui kegiatan melihat, dan
demikian pula siswa yang lebih kuat daya dengarnya. Dengan demikian, penggunaan
media, di samping dapat membuat pembelajaran lebih produktif, juga membuat
pembelajar lebih individual.
Pembelajaran
sastra sebaiknya menggunakan media yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan.
Untuk pelatihan deklamasi mungkin diperlukan model. Model deklamasi yang baik
dapat diharapkan melalui rekaman vidio dan mungkin pula menghadirkan deklamator
yang baik ke ruang belajar. Cara yang lebih praktis tentu saja memilih siswa
yang mahir berdeklamasi untuk tampil di muka kelas. Dan saat yang biasanya
dinantikan oleh para siswa adalah penampilan guru sebagai deklamator yang
selalu mengesankan.
5.
Evaluasi
Evaluasi
atau penilaian dimaksudkan untuk mengetahui apakah program yang bersangkutan
telah sesuai dengan perencanaan atau telah mencapai target atau belum.
Penilaian dalam pembelajaran sastra ditujukan oleh dua hal yakni, hasil belajar
siswa dan proses pembelajaran itu sendiri. Hasil penilaian tersebut bermanfaat
bagi siswa untuk mengukur kemajuan belajarnya dan bermanfaat pula bagi guru
untuk menemukan kekurangan dan kelebihan yang selanjutnya dijadikan masukan
bagi perbaikan bagi kegiatan pembelajaran berikutnya, (Jobrohim, 1994).
Alat
penilaian sebenarnya dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran sastra. Hal
ini dapat terjadi jika penilaian yang dilakukan lebih ditekankan pada kemampuan
apresiasi siswa (secara langsung). Namun dalam kenyataannya di sekolah
penilaian hasil belajr sastra lebih menekankan ranah kognitif, ranah psikomotor
dan afektif kurang mendapat perhatian. (Jobrohim, 1994).
Berkenaan
dengan tes sastra, Moody mengetengahkan adanya empat tingkatan tes sastra,
iaitu:
a.
Tingkat Informasi
Merupakan
tes yang berkenaan dengan data dasar suatu karya sastra dan data yang menunjang
dalam proses penafsiran karya sastra yang bersangkutan, misalnya biografi
pengarang.
b.
Tingkat Konsep
Tes
ini berkaitan dengan persepsi tentang bagaimana unsur-unsur karya sastra
diorganisasikan. Tes ini menuntut kemampuan kognitif siswa yang lebih tinggi
tidak hanya tingkat pemahaman, tetapi juga tingkat analisis dan sintesis.
c.
Tingkat Perspektif
Tes
ini berkaitan dengan pandangan siswa mengenai karya sastra yang dibacanya. Tes
ini pun menuntut kemampuan kognitif siswa pada tingkat tinggi. Kemampuan
kognitif yang dituntut adalah tingkat aplikasi, evaluasi, analisis, dan
sintesis.
d.
Tingkat Apresiasi
Kemampuan
kognitif yang dituntut oleh tes ini adalah aplikasi, analisis, sintesis, dan
yang terutama adalah evalusi (Nurgiantoro, 1988).
Di
samping tingkatan tes tersebut, perlu pula dipahami bahwa tes sastra harus
memenuhi persyaratan tes yang baik seperti halnya tes-tes yang lain, yakni
kesahihan (validitas). Keterpercayaan (reabilitas), dan kepraktisan.
C.
Aplikasi Pembelajaran Prosa (Cerita)
Berikut
ini akan disajikan langkah-langkah pembelajaran prosa (cerita).
a.
Siswa membaca karya sastra sebagai kegiatan yang menyenangkan. Dalam kegiatan
ini guru telah memilih sebuah cerita yang telah dipertimbangkan dari segi
bahasa, isi dan pertimbangan pedagogis. Para siswa dipersilahkan membaca karya
sastra yang telah dipilih itu, misalnya cerpen Kado Perkawinan karya Hamzat
Rangkuti. Pembacaan oleh siswa dilakukan tanpa dibebani oleh tugas-tugas yang
rumit. Mereka membaca sekedar kesenangan semata. Ada baiknya guru menyampaikan
pengantarnya terlebih dahulu tentang cerpen tersebut untuk menumbuhkan motivasi
mereka.
b.
Menyusun pertanyaan. Pada langkah ini, para siswa diberi tugas untuk menyusun
pertanyaan berkenaan dengan cerpen yang dibacanya. Guru harus membimbing mereka
agar sampai pada sebuah pertanyaan analisis yang tepat dan relevan. Pertanyaan
sebaiknya muncul pada bagian berikut di bawah subjudul Pertanyaan Apresiatif
tentang Cerita.
c.
Siswa mengidentifikasi dan mendiskusikan unsur intrinsik dan ekstrinsik yang
mendukung cerpen Kado Perkawinan.
d.
Siswa menganalisis dan mendiskusikan latar dan ciri khas latar cerpen Kado
Perkawinan.
e.
Siswa menganalisis dan mendiskusikan tokoh dan ciri khas tokoh cerpen Kado
Perkawinan.
f.
Siswa menganalisis dan mendiskusikan pengaruh psikologis tokoh dari latar
terhadap setiap tokoh dalam cerpen Kado Perkawinan.
g.
Siswa menganalisis dan mendiskusikan alur cerpen Kado Perkawinan.
h.
Siswa menganalisis dan mendiskusikan motif psikologi dari perilaku setiap tokoh
dalam cerpen Kado Perkawinan.
i.
Siswa menganalisi dan mendiskusikan tema cerpen Kado Perkawinan.
j.
Siswa menganalisis dan mendiskusikan nilai-nilai moral yang terdapat dalam
cerpen Kado Perkawinan.