Praanggapan (presuposisi) berasal dari kata to
pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga
sebelumnya). Konsep pranggapan ini berasal dari perbedaan dalam ilmu falsafah,
khususnya tentang hakikat rujukan (apa-apa, benda/keadaaan/ dan sebagainya,
yang dirujuk arau dihujuk oleh kata, frase atau kalimat) dan ungkapan-ungkapan
rujukan. Rujukan ini menjadi permasalahan inti dalam teori logika oleh sebab
persoalan bagaimana cara menerjemahkan ungkapan-unkapan rujukan itu ke dalam
bahasa logika yang bersifat ketat dan terbatas.
Menurut Lauren (1985:267) praanggapan adalah dasar
dari fenomena wacana. Praanggapan memegang peranan penting di dalam menetapkan
keruntutan wacana (Selingker et. Al.,1974 dalam Carl James, 1980:123). Menurut
Fillmore yang dikutip oleh Coulter (dalam Psathas, Ed., 1979:167) dalam setiap
percakapan, selalu digunakan tingkat-tingkat komunikasi yang implisit atau
ilokusi. Menurut Leech (1981:228) praanggapan haruslah dianggap sebagai dasar
dari kelancaran wacana yang komunikatif. Menurut Chaika (1982: 76), dalam
beberapa hal wacana dapat dicapai melalui praanggapan.
Ahli falsafah yang bernama Gottlob Frege mengatakan:
“ kalau ada sesuatu pernyataan, maka selalu ada
sesuatu praanggapan bahwa nama-nama (atau kata benda) yang dipakai itu, baik
sederhana atau majemuk, mempunyai suatu rujukan.
Selain itu Nababan (1987: 46), memberikan
pengertian praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks
dan situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat
atau ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan
sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat
dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud. Sejalan dengan
hal tersebut, Levinson (dalam Nababan, 1987: 48) juga memberikan konsep
praanggapan yang disejajarkan maknanya dengan presupposition sebagai suatu
macam anggapan atau pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan,
teori, atau ungkapan mempunyai makna.
Selanjutnya, pendapat lain dikemukakan oleh Louise
Cummings (1999: 42) bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau
inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu.
Praanggapan telah didefinisikan dengan berbagai
cara, namun secara umum praanggapan adalah asumsi-asumsi atau
inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan tertentu.
Contohnya dalam ujaran-ujaran berikut:
Ali menyesal telah membunuh ayahnya.
Dipraanggapkan bahwa Ali membunuh ayahnya.
Contoh lain:
Saya tidak jadi pergi liburan bersama Ayu.
Tidaklah bila ditafsirkan bila pendengar atau
pembaca tidak dapat membuat praanggapan siapa sebenarnya orang yang bernama Ayu
itu. Tuturan seperti itu hanya dapat dinilai komunikatif bila penutur membuat
praanggapan bahwa lawan bicara mengetahui siapa sebenarnya orang yang bernama
Ayu itu. Pengetahuan itu dapat bersumber dari pengalaman dan dapat pula
bersumber dari konteks wacana.
B. Ciri-ciri Praanggapan
Ciri-ciri praanggapan yang mendasar adalah sifat
kebenaran di bawah penyangkalan (Yule;2006:45). Hal ini memiliki maksud bahwa
praanggapan (presuposisi) suatu pernyataan akan tetap benar walaupun kalimat
itu dijadikan kalimat negatif atau dinegasikan. Sebagai contoh perhatian
beberapa kalimat berikut:
(1) Gitar budi itu baru.
(2) Gitar budi tidak baru
Kalimat (2) bentuk negative dari kalimat (1).
Praanggapan kalimat (1) adalah Budi memiliki gitar. Dalam kalimat (2) ternyata
praanggapan itu tidak berubah meski kalimat (2) mengandung penyangkalan dari
kalimat (1) yaitu memiliki praanggapan yang sama bahwa Budi memiliki gitar.
Wijana dan Nadar (2009:64) menyatakan bahwa sebuah
kalimat dinyatakan mempreposisikan kalimat yang lain jika ketidakbenaran
kalimat yang kedua (kalimat yang dipreposisikan) mengakibatkan kalimat pertama
tidak dapat dikatakan benar atau salah. Untuk memperjelas pernyataan tersebut
perhatikan contoh berikut:
(1) Istri pejabat itu cantik sekali.
(2) Pejabat itu mempunyai istri.
Kalimat (2) merupakan praanggapan dari kalimat (1).
Kalimat tersebut dapat dinyatakan benar atau salahnya bila pejabat tersebut
mempunyai istri. Namun, bila berkebalikan dengan kenyataan yang ada (pejabat
tersebut tidak mempunyai istri), kalimat tersebut tidak dapat ditentukan
kebenarannya.
C. Jenis-jenis Praanggapan
Praanggapan (presuposisi) sudah diasosiasikan
dengan pemakaian sejulah besar kata, frasa, dan struktur (Yule; 2006 : 46).
Selanjutnya George Yule mengklasifikasikan praanggapan ke dalam 6 jenis
praanggapan, yaitu :
1. Presuposisi Eksistensial
Presuposisi (praanggapan) eksistensial adalah
praanggapan yang menunjukkan eksistensi/keberadaan/jati diri referen yang
diungkapkan dengan kata definit.
Contoh:
(4) a. Orang itu berjalan
b. Ada orang berjalan
2. Presuposisi Faktif
Preuposisi (praanggapan) faktif adalah praanggapan
di mana informasi yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap
sebagai suatu kenyataan.
Contoh:
(5).a.Dia tidak menyadari bahwa ia sakit
b.Dia sakit
(6).a.Kami menyesal mengatakan kepadanya
b.Kami mengatakan kepadanya
3. Presuposisi Leksikal
Presuposisi (praanggapan) leksikal dipahami sebagai
bentuk praanggapan di mana makna yang dinyatakan secara konvensional
ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan)
pahami.
Contoh:s
(7) a.Dia berhenti merokok
b.Dulu dia biasa merokok
(8).a.Mereka mulai mengeluh
b.Sebelumnya mereka tidak mengeluh
4. Presuposisi Non-faktif
Presuposisi (praanggapan) non-faktif adalah suatu
praanggapan yang diasumsikan tidak benar.
Contoh:
(9).a.Saya membayangkan bahwa saya kaya
b.Saya tidak kaya
(10).a.Saya membayangkan berada di Hawai
b.Saya tidak berada di Hawai
5. Preuposisi Struktural
Presuposisi (praanggapan) struktural mengacu pada
struktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai praanggapan secara
tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan
kebenarannya. Hal ini tampak dalam kalimat Tanya, secara konvensional diinterpretasikan
dengan kata Tanya (kapan dan di mana) sesudah diketahui sebagai masalah.
Contoh:
(11).a.Di mana Anda membeli sepeda itu?
b.Anda membeli sepeda
(12).a.Kapan dia pergi?
b.Dia pergi
6. Presuposisi konterfaktual
Presuposisi (praanggapan) konterfaktual berarti
bahwa yang dipraanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi juga merupakan
kebalikan (lawan) dari benar atau bertolak belakang dengan kenyataan.
Contoh:
(11).a.Seandainya saya ikut bersama ibu, saya pasti
tidak akan terlambat.
Int |