Ilustrasi |
Fenomena yang ada dalam
bahasa tidak terlepas karena adanya gejala sosial yang saling mempengaruhi
terhadap kesalahan dalam berbahasa. Dan dalam upaya menemukan kesalahan berbahasa, ada
tahap-tahap yang harus dilalui. Tahap-tahap yang dimaksud bergantung pada
besar–kecilnya atensi dan luas sempitnya pengetahuan, pandangan, dan wawasan
bidang kebahasaan. Makin besar atensi dan makin luas pengetahuan, pandangan,
serta wawasan tentang bidang kebahasaan, maka makin nampak menonjol tahap-tahap
yang dilalui.
Gejala sosial dalam pemakaian bahasa tidak
hanya ditentukan oleh faktor-faktor linguistik, tetapi juga oleh faktor-faktor
nonlinguistik, antara lain faktor-faktor sosial dan faktor-faktor situasional.
Faktor-faktor inilah yang terkadang bisa mengakibatkan adanya kesalahan
berbahasa. Setyawati
(2010: 15-16) menyebutkan bahwa ada tiga kemungkinan yang menjadi penyebab
seseorang dapat melakukan kesalahan dalam berbahasa. Tiga kemungkinan tersebut
dijelaskan sebagai berikut.
1) Terpengaruhi bahasa yang lebih dahulu dikuasainya. Bahasa yang lebih dahulu dikuasai dapat menyebabkan terjadinya interferensi kepada bahasa yang sedang dipelajari si pembelajar. Dalam hal ini, sumber kesalahan terletak pada perbedaan sistem lingustik bahasa pertama (B1) dengan sistem linguistik bahasa kedua (B2). 2) Kekurangpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakainya. Penulis melakukan kesalahan berbahasa karena salah menerapkan kaidah bahasa. 3) Pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna. Hal ini berkaitan dengan bahan yang diajarkan atau yang dilatihkan dan cara pelaksanaan pengajaran.
1) Terpengaruhi bahasa yang lebih dahulu dikuasainya. Bahasa yang lebih dahulu dikuasai dapat menyebabkan terjadinya interferensi kepada bahasa yang sedang dipelajari si pembelajar. Dalam hal ini, sumber kesalahan terletak pada perbedaan sistem lingustik bahasa pertama (B1) dengan sistem linguistik bahasa kedua (B2). 2) Kekurangpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakainya. Penulis melakukan kesalahan berbahasa karena salah menerapkan kaidah bahasa. 3) Pengajaran bahasa yang kurang tepat atau kurang sempurna. Hal ini berkaitan dengan bahan yang diajarkan atau yang dilatihkan dan cara pelaksanaan pengajaran.
Kesalahan berbahasa hakikatnya bersumber pada: (1) transfer
antarbahasa, (2) interferensi bahasa, (3) konteks pembelajaran, dan (4)
strategi komunikasi. Kesalahan berbahasa
sangat erat kaitannya dengan kultur
budaya penutur bahasa itu sendiri. Dan kesalahan
berbahasa juga dipengaruhi adanya situasi bahasa yang berubah-ubah, maka akan membentuk situasi bahasa yang
berbeda pula. Fenomena kesalahan inilah
yang disebut interferensi.
Nababan (1993) mengatakan interferensi
dapat timbul sewaktu mempelajari bahasa daerah, atau bahasa asing, struktur
bahasa pertama dimasukkan dalam bahasa kedua atau sebaliknya. Interferensi
merupakan adanya saling mempengaruhi antarbahasa. Antara bahasa daerah dan
bahasa Indonesia akan tetap saling mempengaruhi kalau keduanya sama-sama
digunakan dan selama itu pulalah interferensi ada.
Sedangkan menurut Weinreich (1970) dalam Abdulhayi, dkk (1985) interferensi merupakan penyimpangan norma bahasa masing-masing dalam tuturan dwibahasawan sebagai akibat pengenalan dua bahasa atau lebih. Interferensi merupakan fenomena sosiolinguistik yang terjadi karena penguasaan bahasa yang tidak mantap. Peristiwa interferensi merupakan salah satu faktor penyebab kurang berhasilnya pembelajaran bahasa Indonesia dari faktor pembelajar yang kurang memahami kaidah bahasa Indonesia.
Sedangkan menurut Weinreich (1970) dalam Abdulhayi, dkk (1985) interferensi merupakan penyimpangan norma bahasa masing-masing dalam tuturan dwibahasawan sebagai akibat pengenalan dua bahasa atau lebih. Interferensi merupakan fenomena sosiolinguistik yang terjadi karena penguasaan bahasa yang tidak mantap. Peristiwa interferensi merupakan salah satu faktor penyebab kurang berhasilnya pembelajaran bahasa Indonesia dari faktor pembelajar yang kurang memahami kaidah bahasa Indonesia.
Interferensi dapat terjadi ketika seorang dwibahasawan
menggunakan B1-nya atau B2 nya. Dengan
kata lain, penguasaan
B1 dapat mempengaruhi penggunaan
B2 atau sebaliknya, ketika penutur menggunakan B1 dipengaruhi oleh penguasaan B2-nya, baik dari
segi lafal (fonologi), kosakata (leksikal),
pembentukan kata (morfologi) maupun struktur kalimatnya (sintaksis).
Namun, interferensi biasanya terjadi dari bahasa yang dikuasai terlebih dahulu
ke dalam bahasa yang dipelajari
kemudian.
Hal ini seringkali terjadi dalam tingkat perguruan tinggi.
Mahasiswa cenderung berkomunikasi dengan rekan sejawatnya baik dalam situasi
formal dan informal dengan membawa bahasa dialek daerah masing-masing. Hingga
dalam proses komunikasinya, mereka sering melakukan interferensi dalam tutur
bahasanya. Proses interferensi terkadang tidak disadari dengan jelas oleh mahasiswa
dalam tutur bahasa mereka.
Padahal interferensi bisa terjadi dalam berbagai tataran seperti, fonologis, morfologis, leksikal, dan sintaksis. Maka dari itu Interferensi penguasaan B1 terhadap penggunaan B2 akan mengganggu mahasiswa dalam upaya menguasai B2-nya. Oleh karena itu, interferensi perlu dibahas dalam artikel ini tentang bentuk-bentuk interferensi dan faktor yang mempengaruhi interferensi dalam tutur komunitas mahasiswa multilingual di dalam pembelajaran.
Padahal interferensi bisa terjadi dalam berbagai tataran seperti, fonologis, morfologis, leksikal, dan sintaksis. Maka dari itu Interferensi penguasaan B1 terhadap penggunaan B2 akan mengganggu mahasiswa dalam upaya menguasai B2-nya. Oleh karena itu, interferensi perlu dibahas dalam artikel ini tentang bentuk-bentuk interferensi dan faktor yang mempengaruhi interferensi dalam tutur komunitas mahasiswa multilingual di dalam pembelajaran.
Penulis: Nursalam - IAIN Ambon