Dramatisasi Puisi dalam Pendidikan

Ilustrasi (Sumber: google)

Dramatisasi puisi adalah lakon yang sebagian besar percakapannya disusun dalam bentuk puisi (Siswanto, 2008:167). Secara umum, dramatisasi puisi adalah puisi yang didramakan (diubah menjadi naskah drama yang kemudian dipentaskan). Pengubahan sebuah puisi menjadi sebuah naskah drama tentu tidak mudah. Perbedaan media kedua genre karya seni dari puisi ke dramatisasi puisi tentu memiliki  karakteristik yang berbeda pula. 
Jika di dalam puisi penggambaran atau pelukisan dilakukan dengan  media bahasa atau kata-kata saja, tetapi pada dramatisasi puisi diwujudkan melalui lakon atau dialog yang menghadirkan rangkaian suatu peristiwa. Dalam mendramakan sebuah puisi kita tidak boleh menghilangkan jiwa puisi yang akan didramakan. Hal tersebut tidak dibenarkan, karena tujuan mendramatisasikan sebuah puisi justru untuk memvisualisasikan puisi tersebut, membuatnya menjadi lebih hidup, dan membuatnya menjadi lebih bisa diapresiasi serta dipahami oleh pembaca maupun penonton.
Ketika membuat sebuah dramatisasi puisi, kita tidak boleh menghilangkan “unsur-unsur” penting di dalam puisi dan tidak boleh menambahkan “unsur-unsur” lain yang tidak sesuai dengan jiwa puisi. Unsur-unsur lain tersebut, misalnya membuat dialog baru yang sama sekali tidak ada di dalam puisi atau menambahkan adegan baru yang dapat mengaburkan isi puisi. Menambahkan unsur-unsur lain tentu diperbolehkan, selama hal tersebut tidak mengganggu atau mengaburkan jiwa puisi, misalnya penambahan aransemen musik/musik latar, penyertaan narator untuk “memberi pengantar” terhadap adegan/cerita yang akan disampaikan, penambahan dialog “kata seruan” (seperti hah, huu, wuu, aduh, dan lain-lain.), dan sebagainya.

Dramatisasi Puisi dalam Pembelajaran
Dalam pembelajaran sastra di sekolah, hadirnya dramatisasi puisi akan memberikan daya tarik tersendiri bagi siswa. Dramatisasi ini dapat menjadi salah satu bentuk alternatif pembelajaran apresiasi puisi. Pembelajaran mengenai puisi terdapat pada kurikulum 2013 pada kompetensi 4.6 yaitu mendemonstrasikan (membacakan atau memusikalisasikan) satu puisi dari antologi puisi atau kumpulan puisi dengan memerhatikan vokal, ekspresi, dan intonasi (tekanan dinamik dan tekanan tempo). 
Pada kompetensi tersebut guru memberikan contoh kepada siswa bahwa puisi tidak hanya bisa dimusikalisasikan tetapi dapat juga didramatisasikan. Sehingga dengan memberikan alternatif tersebut, siswa tidak merasa jenuh dengan pembelajaran puisi.

Melalui dramatisasi puisi siswa dapat lebih menghayati dalam menyajikan atau membacakan sebuah puisi yang berada di dalam drama yang dimainkan. Dengan cara visualisasi puisi ini maka siswa lebih mudah memahami sebuah puisi. Selain itu. siswa dapat mengetahui pembacaan puisi yang baik dengan memerhatikan vokal, mimik,  ekspresi serta intonasi puisi. 

Penulis: Ika Puji Lestari