Sebuah gambaran multikulturalisem (Foto:Int) |
Manusia pada hakikatnya diciptakan Allah SWT secara berbeda-beda,bersuku-suku, dan berbangsa-bangsa. Karenanya fitrah manusia itu unik, wujud dan potensinya, ada kelebihan dan ada keterbatasan. Dengan begitu kita harus saling respek, saling mengisi, saling berbagi, dan saling membantu, sehingga bangunan hidup kita bisa mendekati idealnya.
Walaupun dengan usaha sekeras apapun, tetap manusia memiliki keterbatasan. Untuk mengaktualisasikan keunikan potensi manusia dengan keragaman sejarah, budaya, dan cita-citanya, maka dirasakan penting kehadiran Pendidikan Multikuktural.
Pendidikan Multikultural merupakan suatu pendidikan atau pengajaran yang mengakomodasi sejarah, teks, nilai, keyakinan dan perspektif tentang orang-orang yang berlatar belakang kultural berbeda (GSE, 2015). Kultur pada dasarnya mencakup ras, etnis, nasionalitas, agama, gender, jenis kelamin, dan eksepsionalitas.
Tujuan, materi, metode, media, dan penilaian pendidikan dan pengajaran dimodifikasi untuk disesuaikan dengan keragaman peserta didik sehingga mereka bisa tumbuh dan berkembang secara optimal, tanpa menghadapi hambatan yang berarti. Dengan melakukan adaptasi, kehadiran Pendidikan Muktikultural diharapkan lebih fungsional.
Pendidikan multikultural sangatlah penting, karena mengajar orang-orang untuk mengakui, merangkul dan menghargai perbedaan. Juga membantu guru-guru untuk lebih akrab dengan istilah identitas personal, identitas kultural dan identitas etnis yang dalam waktu yang sama dapat mendorong siswa untuk mengenali kultur dan etnisitasnya sendiri. Dengan begitu terjadi visi bersama yang sangat bermanfaat bagi kelancaran proses pendidikan dan pengajaran.
Meunrut Paul C. Gorski ada tujuh karakteristik kurikulum Pendidikan Multikultural, yaitu (1) sistem penyampaian (delivery) harus mengakui dan memperhatikan keragaman gaya belajar; (2) Isi pembelajaran selengkap dan seakurat mungkin, mengakui kontribusi semua siswa, (3) Bahan pembelajaran harus beragam, dan diperiksa secara kritis untuk tidak bias; (4) Isi pembelajaran harus dipresentasikan dalam berbagai perspektif; (5) Semua siswa harus masuk dalam aktivitas pembelajaran dengan menfasilitasinya untuk mempresentasikan isi pembelajaran dari berbagai perspektif, (6)mengajari tentang isu rasa keadilan dan tanggung jawab sosial, (7) kurikulum harus dinilai secara konstan untuk kesempurnaan, keakurasian dan bebas dari bias.
Atas dasar inilah guru harus kreatif dan inovatif dalam membuat persiapan pembelajaran, dengan menjamin bahwa nilai-nilai pendidikan multikultural tidak hanya diakomodasi dalam dokumen persiapan, melainkan juga dikembangkan dalam implementasi kurikulum di kelas.
Setelah mengetahui desain kurikulum
Pendidikan Multikultural, maka langkah selanjutnya adalah memanaj kegiatan di kelas dan sekolah di antaranya (1) merayakan festival keragaman budaya, (2) belajar sedikit demi sedikit tentang latar belakang budaya siswa yang berbeda, (3) memasukkan berbagai buku untuk koleksi buku di kelas dan perpustakaan sekolah, (4) mengadakan pameran makanan dari berbagai daerah dan negara, (5) menentukan materi dan jadwal presentasi untuk siswa tentang suatu suku bangsa atau bangsa dan kulturnya, (6) menjadi host untuk sukseskan hari budaya, dan (7) membuat acara dengan hadirkan berbagai nara sumber untuk presentasikan diri sesuai dengan asal usul daerah/negara dan budayanya.
Jika ini bisa lakukan, maka yang nampak dari Pendidikan Multikultual lebih pada aksinya daripada teorinya. Bahkan bisa tercipta iklim yang bernuansa multikuktural yang bisa mendorong terjadi respek yang tulus.
Dengan memahami perbedaan individual (individual differences) yang merupakan sunnatullah, kita tidak boleh hindari. Melainkan kita harus menerima dengan ikhlas dan tunjukkan perilaku kita saling respek, apalagi bangsa Indonesia yang warganya sangat multi etnik.
Untuk memantapkan upaya-upaya ini, kita sangat memerlukan kehadiran Pendidikan Multikuktural yang dikelola dengan efektif dan efisien, sehingga mampu berkontribusi terciptanya masyarakat yang harmoni dan damai. Jauh dari ketegangan dan konflik. Mari kita fastabiqul khairat untuk bisa andil dalam membangun dunia yang damai, jangan dieksploitasi diri kita oleh sikap superioritas. Kita tunjukan sifat tawadlu’, bersahabat, dan helpful. (*)
Penulis: Prof Dr Rochmat Wahab
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, anggota Mustasyar PW Nahdlatul Ulama (NU) DIY, Pengurus ICMI Pusat.