CERITA NURHADI: Menyisir Rambut (Obituari Dian Swandayani 20191208)



Menyisir rambut (Ilustrasi)
Dalam dialog terakhir kita, kau memintaku untuk menyisir rambutmu. Sesuatu yang jarang. Mungkin karena posisimu terbaring di ranjang pasien. Biasanya kau menyisir sendiri rambutmu sendiri. Bahkan ketika tangan kananmu tak sanggup lagi, kau masih melakukannya dengan tangan kirimu.

Tak kusangka itu permintaanmu yang terakhir ketika para pembesukmu sudah pada pulang dan tinggal kita berdua. Makanan jatah RS pun kau habiskan lewat suapanku. Buahnya tak kau makan, untukku saja katamu. Pisang itu kubiarkan saja di sana, mau kumakan besok pagi; juga kue-kue yang pembesuk bawa pun kutinggal, mau kuambil besok pagi. Rencana itu urung terjadi.

Besok paginya kau meninggal. Terus terang aku tidak siap. Kupikir kau masuk RS seperti yang dulu-dulu. Kemudian keluar RS melanjutkan hidup denganku. Rabu itu, kau keluar RS tapi melanjutkan hidup abadimu sendiri, tidak denganku. Aku terguncang. Kau pergi begitu tiba-tiba.

Aku teringat ibumu yang juga ibu mertuaku. Ia ditinggal pergi ayahmu kala kau berumur sembilan bulan. Begitu terguncang dan hidupnya pincang, tanpa suami sandaran di sampingnya. Ibu tabah. Buktinya dia mampu melanjutkan hidupnya, mengantarmu dewasa, lalu hidup denganku. Sejak ditinggal ayahmu, Ibu tidak menikah lagi.

Aku juga ingat Pak Minto yang ditinggal istrinya karena jantung. Ditinggal mendadak. Dia terguncang. Hingga sekarang masih tinggal sendiri.

Dalam dialog terakhir kita, kau memintaku untuk menyisir rambutmu. Sesuatu yang jarang kau pinta. Rupanya itu permintaanmu yang terakhir. Aku tak menyangkanya.
Sejak rambutku menipis, aku jarang menyisirnya. Padahal dulu aku sering melucu untuk tetap menyisir rambut meski sudah tipis biar tidak kena stroke. Eh, kau malah yang kena stroke.
----

Penulis: Nurhadi (Dosen FBS Universitas Negeri Yogyakarta)

*Pak Minto kini dalam proses pemulihan pasca-stroke, semoga cepat pulih.