A. Referensi
Menurut
kamus linguistik, referensi adalah hubungan antara referen dengan lambang yang
dipakai untuk mewakilinya. Referensi di dalam bahasa yang menyangkut nama diri
digunakan sebagai topik baru (untuk memperkenalkan) atau untuk menegaskan bahwa
topik masih sama.
(Fhoto : Google Search) |
Referensi yang digunakan dalam bahasa adalah
unsur-unsur yang disebut pelaku atau perbuatan, penderita perbuatan (pengalami),
pelengkap perbuatandan perbuatan yang dilakukan pelaku, serta tempat perbuatan
dapat kita temukan, baik pada wacana lisan maupun tulis. Unsur tersebut sering
diulang untuk memperjelas makna, dan sebagai acuan (referensi). Karena itu,
pemilihan kata serta penempatannya harus benar sehingga wacana tadi tidak hanya
kohesif, tetapi juga koheren. Dengan kata lain, referensinya atau pengacuannya
harus jelas. Contoh :
Suriana duduk termenung di kamar
kontrakannya, wajahnya sayu dan matanya tergenang oleh air mata kepedihan. Kata
terakhir dari muzakkir telah menyobek-nyobek kepingan hatinya yang makin hari
makin menipis.
Wacana
di atas memeperlihatkan dua tokoh sebagai pelaku perbuatan, yaitu Suriana yang
duduk termenung dan Muzakkir yang telah menyobek-nyobek hati Suriana. Walaupun
demikian, acuan dari nya pada wajahnya,matanya,dan hatinya, adalah Suriana,
meskipun yang terakhir itu ditempatkan sesudah Muzakkir. Penafsiran yang
terakhir itu disesabkan oleh kenyataan bahwa Muzakkir adalah pelaku yang
menyobek-nyobek hati orang. Orang dalam wacana itu adalah Suriana. Sisipan
Suriana ternyata tidak mengubah pengakuan darinya.
·
Perubahan pegacuan dapat pula terjadi
apabila sisipan konsep telah dilakukan. Contoh :
(a)Pukul
01.00 malam Wawan baru pulang. (b)
Dengan bejingkat-jingkat dia memasuki
kamarnya. (c) Tentu saja dia mengharap ibunya tidak terbangun. (d) Tapi memang dasar sial, Bu Romlah terbangun juga. (e) Dia bangkit dari ranjangnya dan dengan mata yang masih setengah
tertutup menyalakan lampu.
Dari
(a) sampai ke (c), dia dan nya mengacu ke Wawan. Pada kalimat (d)
muncullah acuan lain yakni Bu Romlah. Karena makna tiap-tiap kata dan kalimat
pada (d) dan (e) terbentuklah acuan yang baru. Di saat itu, dia dan –nya mengacu ke Bu Romlah, dan bukan ke Wawan lagi.
·
Urutan penempatan pronominal seperti dia dalam kalimat juga dapat membedakan
acuan. Contoh :
a. Anwar
datang, dan dia pun segera pergi.
b. Dia
datang, dan Anwar pun segera pergi.
Pada (a) dia sangat mungkin mengacu ke Anwar, sedangkan pada (b) Anwar tidak
mungkin memilliki referen yang sama dengan
dia.
Dalam bahasa Indonesia predikat terdapat
berbentuk frasa nomina, seperti dosen, dokter gigi, dan lain-lain. Frasa nomina
tertentu menjadi predikat bagi subjek frasa nomina, seperti bentuk-bentuk
predikat yang lain, misalnya malas sekali, lebih manis, sangat pandai,dan
sebagainya. Adakalanya., karena konteks tertentu, frasa tak tentu dapat dirujuk
secara pasti. Kita harus memperhatikan saran-saran yang diberikan oleh konteks
atau apakah frasa nomina tak tentu itu dapat diartikan pasti atau tidak.
Seperti seorang dan sesuatu yang dapat ditafsirkan merujuk ke orang tertentu
atau tidak. Contoh:
a. Seseorang
(dan aku tahu siapa) tidak suka makananku.
b. Seseorang
(danaku tidak tahu siapa) telah mencuri ponselku.
Pemakaian nama diri sebagai ungkapan
acuan pada umumnya tidak menimbulkan masalah. Namun, perujukan itu mungkin juga
hanya dalam konteks khusus saja. Ada kecenderungan bahwa nama seperti Plato
mengacu ke Filsuf Yunani, tetapi pertimbangan konteks dapat menghilangkan
kecenderungan itu. Nama itu dapat saja dipakai untuk anjing, rumah, mungkin
perahu dan sebagainya.
Ungkapan acuan yang berbentuk frasa
nomina dengan artikel si atau sang, tentulah merujuk ke hal yang pasti,
sepertisi pembicara, si penyiar, si wartawan, sang juara, dan lain-lain.
Di samping
sebagai demonstratif, kata itu dan ini dapat berfungsi sebagai kata ganti
nomina. Kata itu dapat pula bersifat anafora itu merujuk ke frasa nomina atau
bahkan klausa atau bahkan klausa atau kalimat yang telah diungkapkan oleh
pembicara(penulis), sedangkan katafora ini merujuk ke frasa nomina yang akan
disebutkan.
Kadang-kadang
pronomina demonstratif digunakan pula
untuk mengacu pada manusia, bergabung dengan si (ini bagian yang dekat, itu
bagi yang jauh). Pronomina demonstratif yang mengacu pada local(tempat) digunakan
pula sebagai pengganti pronomina persona. Contoh:
a. Baik
si ini maupun si itu sama saja nakal.
b. Di
sini mau masak sayur asem, situ mau masak apa?
c. Sini,
sana, situ, sama-sama berkepentingan pada si itu, tuh yang kemarin ke sini.
d. Saya
sih, terserah di situ saja, tapi hati-hati yang di sana belum tentu setuju.
B.
Inferensi
Inferensi adalah proses yang harus
dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah
tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis.
Inferensi terjadi bila proses yang harus
dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah
tidak terdapat pada wacana yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis.
Pendengar atau pembaca dituntut untuk mampu memahami informasi (maksud)
pembicara atau penulis. Bandingkanlah wacana berikut.
Pernyataan seorang anak pada kalimat
tersebut jelas tidak menyangkut masalah permintaannya dibelikan baju baru untuk
pesta ulang tahun sahabatnya atau minta dibelikan kado untuk kawannya yang
berulang tahun, tetapi sebagai pesapa (kawan bicara) seorang (ibu) harus
mengambil inferensi, apa yang dimaksud anak itu.
Penafsiran makna dapat pula ditopang
oleh tuturan yang berurutan. Contoh :
·
A
: “Bu, telepon!”
B
: “Di kamar mandi.”
Contoh tersebut
menunjukkan pentingnya koteks (unsur teks yang menopang) sehingga pembicara (b)
beranggapan bahwa ada telepon untuk dirinya, tetapi ia berda di kamar mandi,
dan mungkin menyuruh supaya penerima telepon menjawabnya (memberitahukan)
kepada penelpon bahwa orang yang dituju (ditelpon) sedang berada di kamar mandi
sehingga tidak dapat berbicara melalui telepon pada saat itu. Ekspresi “kamar mandi” sebagai koteks yang menopang wacana tersebut.
Prinsip penafsiran
lokal menyatakan bahwa pesapa(pendengar/pembaca) tidak membentuk konteks lebih
besar dari yang diperlukan untuk menafsirkan makna wacana melalui penggunaan
akal yang didasarkan atas pengalamnnya.
Inferensi pada umumnya
makan waktu yng berbeda-beda. Ada yang lebih lama dan lebih cepat. Contoh
pengambilan inferensi dengan cepat.
a. Mereka
mengeluarkan makanan dalam perjalanan itu.
b. Limunnya
sudah tidak dingin lagi.
Contoh pengambilan
inferensi yang kurang cepat:
a. Mereka
mengeluarkan persediaan dalam perjalanan itu.
b. Limunnya
sudah tidak dingin lagi.
Pengambilan inferensi
dapat memakan waktu agak lama bila dibandingkan dengan penafsiran secara
langsung (tanpa memerlukan inferensi). Jadi, dalam hal ini ada sesuatu yang
tidak disampaikan kepada pendengar atau pembaca, tetapi keduanya harus memahami
apa yang tidak disampaikan secara langsung tersebut.